Selamanya Cinta


“Hi Sayang, gimana bedah bukunya?Tanyaku, sambil mencopoti pakaianku siap untuk mandi. Aku menderngar suara Gladys di seberang sana dengan perasaan rindu.
“Lumayan seru, Banyak yang datang dari teman-teman komunitas”Jawabnya
“Syukurlah, besok pesawat jam 12 khan?
“Iya, jadi ya kita langsung ke Bandung?Tanya Adys
“Jadi dong!, duh..aku kangen banget lho ditinggal tiga minggu”Kataku
Ih…ih..manjanya, baru juga tiga minggu”Goda Adys dari seberang sana
“Emang kamu nggak kangen ya?Tanyaku lagi
“Nggak sih… Cuma nggak bisa tidur nyenyak!”Katanya dengan ketawa.
Akupun senang mendengar jawabanya dan ikut tertawa.
“Emang aku khan obat tidurmu sayang”Jawabku. “Ya, udah kamu cepet istrirahat besok pagi masih ada acara khan”Lanjutku
“Iya, kamu juga cepet bobo ya!” goodnight sayang”Katanya
“goodnight, I love you so much”
“I always love you” CU tomorrow.. mwuaaahhhhh”
“Mwuaaaahhh, ati-ati ya besok jangan ada yang ketinggalan!”
‘iya.. makasih sayang ..bye”
“bye..

Aku menutup pembicaraan kami. Hatiku selalu riang sehabis telpon dia. Meskipun kami telah berhubungan dua decade lebih tapi aku masih saja tetap merindukannya. Apalagi kalau dia pergi cukup lama, entah itu ikut conference di luar negeri atau menjadi fasilitator atau kegiatan organisasi lainnya. Seperti sekarang ini dia keliling Sumatera menajdi fasilitator dan juga launching bukunya yang terbaru. Sebagai ketua jaringan Credit Union dia memang sibuk dan aku sudah terbiasa dengan kesibukannya itu. aku senang kalau dia aktif di organisasi karena memang itu passion nya sejak pertama kali kita bertemu. Dari dulu memang dia suka menulis di blog dan dia begitu senang ketika pertama kali aku menjadikan buku cerpen-cerpennya dan menghadiakannya sebagai hadiah anniversary kami yang kedua dan sejak itu dia makin rajin menulis, tidak hanya novel tapi juga opini, dan penelitiannya. Sekarang sudah 17 buku yang ditulis dan diterbitkan. Aku senang bisa membantu dan menerbitkan semua bukunya.

*****

Aku membereskan semua berkas ketika kulihat jam di dinding kantor menunjukkan pukul satu siang. Adys sudah sms dari tadi kalau dia sudah naik pesawat.
“Lia, aku pulang dulu ya”Kataku kepada asistenku yang selalu bisa aku andalkan.
“Iya, mbak!Jawabnya.
Aku menaiki mobil jeep wrangler hitamku tercinta. Aku menjalankan jeepku menuju toko bunga langgannanku. Aku ingin membeli bunga untuk Gladys. Sudah lama aku tidak pernah membeli bunga buat dia. Aku memasuki halaman parkir toko bunga langganaku.
“Siang, mbak Cakra”sapa Anik salah satu perangkai bunga di toko Orchid.
“Siang, Anik”
“Mau beli bunga apa hari ini?Tanyanya ramah.
“Aku mau beli mawar merah, beberapa biji aja dan dirangkai”Jawabku sambil menuju ke tempat bunga mawar. Aku langsung memilih bunga yang setengah mekar dan besar. Aku membeli lima kuncup bunga mawar buat kekasihku dan memberikan kepada Anik buat dirangkai. Dengan cekatan Anik merangkainya dan ditambahin bunga putih kecil-kecil, memberinya plastic dan pita. Bungaku sekrang terlihat indah dan cantik, seperti hatiku yang berbunga-bunga.
Aku melanjutkan perjalananku ke bandara Soeta yang lumayan lancar, pesawat Adys sudah mendarat dan dia sedang menunggu bagasi. Aku sendiri sudah memasuki pintu tol terakhir menuju bandara. Adys telpon, “Iya sayang aku sudah mau masuk bandara, tunggu sebentar ya”
“Iya, sayang nggak usah buru-buru”Jawabnya.
Dari jauh aku sudah melihat kekasihku berdiri dengan mengenakan baju batik. Aku mendekatkan mobilku dan Gladys langsung mendekat. Kulihat dia membuka pintu belakang dan menaruh kopernya beserta ranselnya.
“Welcome home my love”Kataku sambil member bunga. Kulihat wajah surprise dan bahagia.
“Makasih ya sayang”Katanya sambil mencium bunganya. Lalu aku menciumnya dengan penuh cinta. Senyumnya yang manis tersunging dibibir mungilnya yang indah. Dia menggenggam tanganku dengan erat. Aku segera menjalankan mobilku ke Bandung dengan hati riang.

Aku memasuki kota Bandung ketika saat matahari turun ke cakrawala barat, sisa cahaya siang  menutup dirinya dengan lengan jingganya yang membara melemparkan bayang bayang panjangnya kesemua persembunyian yang ada ditimur. Sementara jemari kekasihku masih dalam genggaman, kucium dengan lembut dan penuh cinta. Kami memasuki loby hotel dengan bergandeng penuh kebahagian.  Kami diantar office boy ke kamar kami. Kucium bibirnya dengan penuh kerinduan setelah memberikan tips kepada office boy. 
“I miss you my Love! Kutatap wajahnya yang semakin cantik dengan kerut-kerut kecil diwajahnya. Menunjukan kematangan seorang perempuan dan membuat dia kelihatan makin seksi. Aku tahu banyak aktifis perempuan yang jatuh cinta kepada dia. Aku pernah ditanya seorang teman apakah aku tidak takut kehilangan Gladys? Aku hanya tersenyum dan aku selalu percaya dengan cinta kekasihku. Aku hanya mengatakan takut itu perlu, dengan merasa takut, aku menjadi lebih menghargai kebersamaan kita dan bersyukur memiliki kekasih seperti dia.
“Ih..apa sih kok ngeliatin seperti itu sih!Kata Adys seperti biasa yang selalu tersipu malu bila kutatap.
Hahahahaha..Sayang masa sudah 17 belas tahun masih sama sih pertanyaannya”Jawabku dan mencium dia dengan perasaan penuh cinta dan memeluknya erat. Adys membalas pelukkanku dan merebahkan wajahnya didadaku.
“Sayang, kalau kita tidak segera keluar dari kamar, kita bisa nggak jadi makan nih!Ajakku. “Soalnya aku sudah ingin merebahkanmu di ranjang”Lanjutku.
Dia hanya tertawa dan segera mengambil selendang, menyampirkan di tubuhnya. 

-------
Kami memasuki steak house yang terlihat agak ramai karena ada rombongan beberapa anak-anak muda dan keluarga. Kami memilih duduk dimeja untuk berdua. Aku memilih Sirloin dan Adys memilih tenderloin. Aku suka melihat Adys yang makan dengan nikmat dan rapi. Dia mengambil wortel dan buncis yang tidak aku makan. Aku menikmati kebersamaan kami sambil makan malam yang bisa dikatakan romantic karena ada lilin diatas meja. Aku menikmati kediamannya bila sedang makan dan kadang dia menyuapkan makanan yang sedang dia makan. Kebiasaan yang tidak pernah berubah meskipun telah bertahun lamanya. Dia memang tidak banyak bicara dan agak pendiam. Kadang dia bisa sibuk dengan pikirannya sendiri atau tenggelam dengan dunianya. Aku sudah mengenal kebiasaany itu jauh sebelum kami berdua menjalin relasi. Tetapi dia akan bercerita sendiri tanpa harus diminta. Aku segera mengajak kembali ke hotel setelah selesai membayar. Dia menggandeng lenganku ketika keluar dari steak house. Malam ini agak dingin di Bandung, kulihat dia merapatkan selendangnya.

--------

“Sini sayang!Kataku sambil menepuk ranjang disampingku untuk duduk disampingku, setelah kami mandi bersama.
“Mau ngapain?Tanyanya sambil senyum-senyum. “Nggak ah!Katanya menggodaku dengan wajah kanak-kanaknya yang nakal. Kulihat matanya berbinar-binar yang membuatku makin cinta dan ingin segera mendekapnya.  Kulihat dia membersihkan wajahnya dengan bertelanjang. Tubuhnya masih sintal seperti dulu dan selalu membuatku terpesona, tak bisa mengalihkan pandangku ke tempat lain.
Dia mendekat naik keranjang setelah selesai membersihkan wajahnya. Senyumnya tersunging dibibirnya yang mungil. Aku segera mendekapnya, mencium bibir mungilnya dengan penuh kerinduan. Sudah tiga minggu aku tidak menciumnya dan menyentuh tubuhnya yang indah. meskipun kami berdua sudah berusia kepala lima tapi percintaan kami masih tetap menggila seperti pertama kali bercinta.

Kutelusuri tubuhnya dengan rindu yang menggelora, kubelai seluruh tubuhnya dengan penuh cinta, kuciumi kakinya, kuciumi pahanya. Kubiarkan penyiar CNN terus membacakan berita. Kubuka dengan perlahan perempuannya kucari kuncup yang bersembunyi, sementara aroma perempuannya yang menggoda membuat jantungku makin berdegup. Aroma yg selalu kurindu beberapa malam ini. Tampak dengan malu malu menyembul seperti kuncup yg keluar dari kelopaknya, kusentuhkan ujung lidahku dan kurasakan getaran tubuhnya. Rasa asin itu makin membuatku tak tahan untuk terus membasahinya. Kuhisap perlahan dan kekasihku makin bergetar. Kakinya makin terangkat keatas seperti penari broadway. Dan aku makin leluasa membenamkan wajahku ke perempuannya. Bagaikan burung madu yg menghisap putik bunga yang sedang merekah.
Kubiarkan dia bergetar merasakan nikmat dan sekali kali tangannya menyentuh kepalaku. Akupun terbakar oleh gelora cinta yang terus menyala. Entah beberapa kali kami mendaki kepuncak cinta kami melampiaskan kerinduan yang terpendam. Meskipun kami berpisah hanya tiga minggu tetapi terasa begitu lama dan menyesakkan dada. Aku bersyukur waktu tidak memudarkan rasa cinta kami atau mengendurkan percintaan kami yang selalu menggila dan menggelora.

Kulihat dia terlelap dan meringkuk, menyembunyikan kepalanya didalam pelukkanku setelah menikmati puncak percintaan, yang entah berapa kali. Nafas hangat kekasihku membakar bara yang terus menyala dihatiku meskipun telah 20 tahun bersamanya. Aku masih ingat waktu itu. Gladys adalah adik kelasku di fakultas hukum. Begitu melihatnya pertama kali aku sudah langsung jatuh cinta dengannya. Tapi harapanku segera pupus ketika tahu dia telah memiliki kekasih. Kekasih yang menurutku tidak sepadan dengan dirinya. Hubungan kami semakin dekat ketika kami sama-sama aktif di kajian gender di kampus. Kami sering berdiskusi di kantin atau di taman dekat parkiran sambil menemani dia dijemput pasangannya. Butchi yang terlihat urakan dan kasar, aku tidak tahu bagaimana dia yang pendiam bisa jatuh cinta dengan Ogy yang urakan itu. Aku dengar dia juga tidak melanjutkan kuliahnya. Padahal Gladys sangat smart dan kritis, dia perempuan yang mandiri. Meskipun kelihatan lemah lembut tapi dia itu garang bila idelaismenya terusik. Dia bisa dengan berani melawan atau mempertahankan argumennya, dan itu semakin membuatku jatuh cinta dengannya.

Semakin lama kami semakin dekat, apalagi kami sama-sama duduk di senat mahasiswa. Meskipun dekat kami tidak pernah membahas perasaan kami. Aku tidak tahu bagaimana perasaannya kepadaku. Tetapi ketika beberapa hari aku tidak muncul di kampus dia terlihat kuatir mencariku. Aku masih ingat kata-katanya sampai sekarang dan membuatku menjadi senang. ‘kemana aja sih? Apa kamu sakit? Aku sampe kangen? Tapi rasa senangku tidak bertahan lama ketika kulihat pacarnya yang urakan itu telah datang menjemput. Aku juga masih ingat pertanyaannya pada suatu siang di tengah taman kampus. ‘Kamu nggak suka ya, sama Ogy?”Tanya dengan menantap langsung kemataku. Aku seperti anak kecil yang tertangkap mencuri permen di kedai kopi.
“Apa hakku tidak suka dengan pacarmu?Balikku bertanya dan menghindar dari tatapannya. Dia hanya tersenyum manis dan melanjutkan kecerita yang lain. Aku tahu meskipun Ogy kasar dan urakan sebernarnya baik, buktinya dia masih mau mengantar jemput Adys. Mungkin aku saja yang merasa cemburu dengan dia jadi seperti itu sikapku sama Ogy. Mungkin aku yang terlalu sombong merasa lebih baik dari Ogy dan lebih tepat mendampingi Adys daripada Ogy.

Begitulah hubungan kami , kami sama-sama merasakan suka tapi juga tahu diri dan batas. Kami menikmati kebersamaan kami dan menekan segala keinginan yang menyeruak. Kadang bila tanpa sengaja saling bertatap mata, Adys selalu menunduk dan tersipu malau. Aku suka sekali menatap wajahnya bila kami hanya berdua. Dan aku paling suka ketika dia mengatakan “apa sih liat-liat?
Dan biasanya aku selalu menjawab “Kalo nggak liat kamu masak aku harus liat pohon!” Aku selalu suka kalau melihat dia jadi salah tingkah. Dia terlihat semakin manis bila sedang malu dan membuatku semakin jatuh cinta. Aku pernah sekali mengajaknya nonton berdua, waktu itu Ogy sedang keluar kota dan kami berdua pergi mencari buku di gramedia. Enatah darimana pikiran dan keberanianku yang tiba-tiba saja mengajaknya nonton. Aku juga heran dia tidak menolak ajakkanku, itu adalah hari yang paling indah dan menyenangkan. Aku bisa duduk berdua dengan begitu dekatnya dan ditempat yang gelap. Waktu itu aku kami nyaris berciuman, wajahku sudah begitu dekat dengan wajahnya. Aku juga merasa kalau dia pasti tidak menolak kucium tapi ternyata aku tidak berani melakukannya sampai film berakhir dan kita berdua pulang ke rumah masing-masing.

Aku menyesal setengah mati karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk menciumnya. Sepanjang jalan aku memaki maki diriku. “BEGOOOOOOO!!!” kesempatan yang mungkin tidak akan datang kembali. Tetapi kami semakin dekat dan dia sepertinya suka berdekatan denganku. Dia kadang menggandeng tanganku, memeluk pinggangku, merangkul pundakku. Tentu semua dilakukan di kampus dan bukan di depan Ogy. Waktu terus berjalan kelulusan semakin dekat, kami sama-sama mengerjakan skripsi. Aku jadi sering kerumahnya karena dia mempunyai computer dan printer untuk mengeprint, mungkin itu computer pertama yang aku gunakan, computer yang sangat besar dan berat dan harus menggunakan flopy disc tipis yang mudah patah. Aku membantu Gladys membuat skripsi. Berduan tanpa gangguan dikamarnya tidak membuatku menggunakan kesempatan meskipun aku tahu aku bisa. Tapi aku sangat menyayanginya dan begitu mencintainya. Sampai akhirnya kami berdua sama-sama lulus dan di wisuda. Sebelum aku pulang ke malang, aku menemui Gladys. Aku ingin dia tahu perasaanku sehingga aku bisa melanjutkan hidupku tanpa ada ganjalan. Aku tidak berharap apa-apa, aku hanya ingin merasa lega. Aku masih jelas dalam ingtanku kejadian hari itu, 25 tahun yang lalu di suatu siang yang terik, aku mendatangi rumahnya. Aku mengenakan pakaian terbaikku seakan-akan aku akan melamar seorang gadis.

Aku mengebel pintu rumahnya kulihat dia keluar menggunakan celana pendek dan kaos.
“Hi Ca!Tumben katanya sambil membuka pintu dan mengajakku masuk ke dalam. Hanya dia yang memanggil namaku dengan Ca bukan Cak seperti teman-temanku yang lain. Karena namaku Cakrawala dan aku dari jawa timur maka teman-temanku memanggilku Cak. Hanya Gladys yang memanggilku Ca dan aku sangat suka dengan panggilan itu. katanya dia tidak suka memanggilku Cak karena seperti laki-laki.
“Aku besok akan pulang ke Malang”Kataku sambil duduk di sofa. “aku tidak tahu apakah aku akan kembali lagi ke Jakarta atau tidak”lanjutku dengan perasaan gunda karena akan kehilangan dia. Aku ingin menatapnya untuk terakhir kalinya. Tiba-tiba Adys memelukku dan menangis. “Aku akan merindukanmu Ca”Katanya. Kutatap matanya yang berair itu dan kuusap lembut dengan dua tanganku, kukecup matanya penuh kasih. “Akupun akan merindukanmu Adys”jawabku “Tapi waktu akan membuatmu melupakanku”Kupeluk dia erat-erat dan ku berbisik “Hanya kamu yang selalu ada dihatiku”
Diapun makin berderai air matanya tak terbendung membasahi pakaianku. Lalu tiba-tiba bibirnya telah menyatu dengan bibirku. Kami berciuman dengan penuh perasaan, ciuman terakhir yang entah esok aku bisa bertemu dengannya kembali atau tidak. Dia menggegam jariku dengan erat, wajahnya menunduk, “Aku pun mencintaimu Ca”katanya lirih.  “Tapi, aku….”
“sssttt!” aku menghentikan kata-katanya. “Sudah nggak apa-apa aku bisa mengerti”Kataku. “Aku sudah bahagia tahu kamu juga mencintaiku”Kataku sambil membelai wajahnya. “Bila kita berjodoh suatu hari nanti kita akan bersama Adys” “Bukankah kamu masih ingin sekolah lagi dan aku juga akan melanjutkan kuliah notaries di Surabaya”Lanjutku menenangkan dia. Aku tahu dia sedang menanti jawaban beasiswa sekolah hukum di Belanda. Aku menciumnya untuk terakhir kali sebelum besok sore berangkat ke Malang dengan kereta.
Tak kusangka kalau Gladys mengantarku di station kereta, seperti cerita-cerita roman yang mengantarkan kekasihnya pergi dengan kereta. Dia memelukku erat-erat dan menangis. Dia memintaku untuk menulis surat. Surat-suratnya bagaikan penghibur buatku, aku selalu menanti setiap balasan suratnya. Kedatangan pak pos selalu kunantikan tapi surat itu makin jarang tiba ketika dia mulai sekolah di Belanda. Akupun mulai sibuk kuliah Notaris dan berusaha untuk konsentrasi memulai karirku. Cita-citaku dapat membuka kantor Notaris di Jakarta sehingga aku bisa berdekatan dengan Gladys. Entah kenapa aku masih saja berharap suatu hari bisa bersamanya. Aku seperti pantai yang selalu merindukan ombak yang selalu kembali dan kembali mengunjungi pantai, adakah pantai yang merindukan ombaknya?   

Lima tahun kami terpisah dan akhirnya aku kembali bertemu dengan Gladys di Jakarta. Aku berhasil membuka kantor Notaris di Jakarta dan Gladys sudah selesai kuliahnya dan bekerja disebuah lembaga donor asing Amerika. Kebahagianku menjadi sempurna ketika kami bisa tinggal bersama di rumah kontrakanku. Aku masih belum bisa membeli rumah karena uangku habis untuk membuka kantor Notaris dan masih belum mempunyai klien yang tetap. Waktu itu Adys yang membantu keuanganku dan kami menikmati kebersamaan kami meskipun dengan sederhana. Perlahan tapi pasti keadaan ekonomiku mulai membaik. Tapi ketika keadaan sedang membaik tiba-tiba terjadi kerusuhan di Indonesia yang juga mempengaruhi pekerjaan Notarisku. Tetapi aku lebih mencemaskan Gladys yang ikut para aktifis turun di jalan bersama dengan teman-teman aktifis perempuan lainnya. Dia jadi sering tidak pulang atau pulang malam dan itu membuatku cemas. Aku rasanya ingin marah waktu itu tapi dia bisa menenangkanku. “Sayangku, aku bisa menjaga diriku, aku tahu mana yang bahaya, aku tidak akan jalan sendirian! Kamu jangan mencemaskan aku ya”Katanya waktu itu sambil mencium diriku dengan lembut, hatiku langsung luluh seketika dan aku hanya memeluknya.

Waktu terus berjalan banyak hal yang sudah kita lalui, baik yang menyenangkan maupun yang tidak. Tapi yang paling menyenangkan adalah Mamaku menyukai Gladys. Kata Mamaku Adys orangnya sabar, telaten dan baik. Mama lebih sering menanyakan kapan Adys pulang ke Malang daripada aku. Kadang Adys pulang sendiri ke Malang menemani mama. Keluarga Gladys juga menerimaku dengan baik. Keponakan Adys sering menginap dirumah kami atau aku yang mengatar mereka pergi mencari buku.
Bahkan salah satunya ponakannya menjadi asistenku dan aku berharap dia bisa menggantikanku kelak. Sekarang rumahku yang di Malang berubah fungsinya, kini menjadi Perpustakaan, tempat belajar dan tempat Adys mendirikan Yayasan yang berfokus pada pendidikan anak-anak terlantar. Kadang juga digunakan sebagai tempat diskusi atau pertemuan-pertemuan teman-teman LGBT. Apalagi rumahku itu rumah peninggalan jaman Belanda yang besar dan luas sehingga cocok dijadikan tempat kegiatan. Semakin lama Yayasan Adys berkembang dengan pesat dan semakin banyak donor dari teman-teman sendiri dan juga perusahaan-perusahaan di jawa timur yang berkontribusi. Aku senang bisa memberikan sesuatu yang berarti buat Adys.

Sekali lagi kucium Adys yang telah mendengkur dalam pelukkanku. Kucium lama sekali dengan perasan syukur tak terkira. Bersyukur dapat bersatu dengan belahan jiwaku. Aku tahu aku bukan pasangan yang sempurna begitu juga dengan dia. Kadang kami merasa kesal satu sama lain tapi semua bisa diatasi karena kami salaing mencintai. Kadang Adys menganggap aku terlalu mengkuatirkan dia sedangkan aku kadang menganggap Adys terlalu cuek. Aku orang yang suka mengekspresikan perasaan sedang Adys orang cenderung pendiam dan menikmati dalam diam. Tapi aku tahu betapa dia begitu mencintaiku. Meskipun dia pernah mengatakan bahwa cintanya tidak sebesar cintaku kepadanya. Tetapi aku dapat merasakan betapa dia sangat mencintaiku dan memperhatikan diriku meskipun itu tidak disadarinya. Tapi kami sama-sama belajar untuk saling mengerti, saling menghargai, menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Ketika aku ditanya teman apa rahasianya, aku sendiri tidak tahu tapi setiap kali menatapnya selalu ada perasaan sayang dan cinta dalam hatiku. Perasaan yang sama ketika aku melihat dia pertama kali.

Cintanya bagaikan candu buatku dan aku selalu ketagihan cintanya. Kami berdua tidak pernah berjanji untuk saling setia atau sejenisnya. Tetapi kami berdua selalu punya keinginan untuk terus bersama, saling berbagi, saling mengisi, kami ingin tua bersama dan melakukan sesuatu bersama. Bila sedang berdua kami begitu menikmati kebersamaan kami seakan-akan dunia hanya milik kita berdua. Dia tidak melarangku untuk jatuh cinta dengan perempuan lain, tapi bagaimana aku bisa jatuh cinta dengan perempuan lain kalau hatiku telah diambil olehnya. Aku jadi ingat ketika dia mengatakan kagum dengan seseorang. Dan aku menggodanya, “seandainya orang itu mau sama kamu, kamu mau nggak? Padahal waktu itu aku berharap dia akan mengatakan tidak. Tetapi dia malah menggodaku dan balik bertanya “boleh nggak? Aku seketika menjadi speechless dan ada yang menusuk. Aku hanya menjawab, ‘Ya, kalau kamu mau, aku akan mundur” “Kok, gitu?Tanyanya waktu itu. “Iya aku nggak ingin bersaing dengan orang lain dan berbagi cinta”Jawabku. “Nggaklah, sayang! Aku nggak mau sama yang lain”Jawabnya sambil menciumku. “Tumben, biasanya kamu khan PD sayang, kok mau mundur”Tanyanya kembali. Aku hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaannya.

Aku sendiri juga tidak tahu kenapa seperti itu. kalau menyangkut perasaanku dengan Adys, aku selalu tidak PD dan takut kehilangan. Meskipun kami sama-sama sudah mulai masuk usia senja tetap saja kuatir itu masih ada. karena aku merasa bersamanya aku bisa merasakan semuanya. Merasakan cinta, merasakan sayang, merasakan cemburu, merasakan takut kehilangan, merasa dicintai, merasa dibutuhkan, merasa dikagumi, merasa menggila bila bercinta. Rasa yang terus ada bersama dia dan selalu menyala.  Aku berharap cinta itu terus dan selalu menyala pada kami berdua. Sampai kami menunaikan tugas kami di muka bumi ini. Kutatap wajah Adys yang terlelap dengan tenang, wajahnya kelihatan begitu damai dan cantik. Aku merasa dia semakin cantik diusianya yang setengah abad ini. kucium dia dengan lembut dan kubisikan “selamanya cinta”, ada senyum yang tersunging didalam tidurnya yang lelap. 

0 comments: