“Hi
Sayang, gimana bedah bukunya?Tanyaku, sambil mencopoti pakaianku siap untuk
mandi. Aku menderngar suara Gladys di seberang sana dengan perasaan rindu.
“Lumayan
seru, Banyak yang datang dari teman-teman komunitas”Jawabnya
“Syukurlah,
besok pesawat jam 12 khan?
“Iya,
jadi ya kita langsung ke Bandung?Tanya Adys
“Jadi
dong!, duh..aku kangen banget lho ditinggal tiga minggu”Kataku
Ih…ih..manjanya,
baru juga tiga minggu”Goda Adys dari seberang sana
“Emang
kamu nggak kangen ya?Tanyaku lagi
“Nggak
sih… Cuma nggak bisa tidur nyenyak!”Katanya dengan ketawa.
Akupun
senang mendengar jawabanya dan ikut tertawa.
“Emang
aku khan obat tidurmu sayang”Jawabku. “Ya, udah kamu cepet istrirahat besok
pagi masih ada acara khan”Lanjutku
“Iya,
kamu juga cepet bobo ya!” goodnight sayang”Katanya
“goodnight,
I love you so much”
“I
always love you” CU tomorrow.. mwuaaahhhhh”
“Mwuaaaahhh,
ati-ati ya besok jangan ada yang ketinggalan!”
‘iya..
makasih sayang ..bye”
“bye..
Aku menutup pembicaraan kami. Hatiku selalu riang sehabis telpon dia. Meskipun kami telah berhubungan dua decade lebih tapi aku masih saja tetap merindukannya. Apalagi kalau dia pergi cukup lama, entah itu ikut conference di luar negeri atau menjadi fasilitator atau kegiatan organisasi lainnya. Seperti sekarang ini dia keliling Sumatera menajdi fasilitator dan juga launching bukunya yang terbaru. Sebagai ketua jaringan Credit Union dia memang sibuk dan aku sudah terbiasa dengan kesibukannya itu. aku senang kalau dia aktif di organisasi karena memang itu passion nya sejak pertama kali kita bertemu. Dari dulu memang dia suka menulis di blog dan dia begitu senang ketika pertama kali aku menjadikan buku cerpen-cerpennya dan menghadiakannya sebagai hadiah anniversary kami yang kedua dan sejak itu dia makin rajin menulis, tidak hanya novel tapi juga opini, dan penelitiannya. Sekarang sudah 17 buku yang ditulis dan diterbitkan. Aku senang bisa membantu dan menerbitkan semua bukunya.
*****
Aku
membereskan semua berkas ketika kulihat jam di dinding kantor menunjukkan pukul
satu siang. Adys sudah sms dari tadi kalau dia sudah naik pesawat.
“Lia,
aku pulang dulu ya”Kataku kepada asistenku yang selalu bisa aku andalkan.
“Iya,
mbak!Jawabnya.
Aku
menaiki mobil jeep wrangler hitamku tercinta. Aku menjalankan jeepku menuju
toko bunga langgannanku. Aku ingin membeli bunga untuk Gladys. Sudah lama aku
tidak pernah membeli bunga buat dia. Aku memasuki halaman parkir toko bunga langganaku.
“Siang,
mbak Cakra”sapa Anik salah satu perangkai bunga di toko Orchid.
“Siang,
Anik”
“Mau
beli bunga apa hari ini?Tanyanya ramah.
“Aku mau
beli mawar merah, beberapa biji aja dan dirangkai”Jawabku sambil menuju ke
tempat bunga mawar. Aku langsung memilih bunga yang setengah mekar dan besar.
Aku membeli lima kuncup bunga mawar buat kekasihku dan memberikan kepada Anik
buat dirangkai. Dengan cekatan Anik merangkainya dan ditambahin bunga putih
kecil-kecil, memberinya plastic dan pita. Bungaku sekrang terlihat indah dan
cantik, seperti hatiku yang berbunga-bunga.
Aku
melanjutkan perjalananku ke bandara Soeta yang lumayan lancar, pesawat Adys
sudah mendarat dan dia sedang menunggu bagasi. Aku sendiri sudah memasuki pintu
tol terakhir menuju bandara. Adys telpon, “Iya sayang aku sudah mau masuk
bandara, tunggu sebentar ya”
“Iya,
sayang nggak usah buru-buru”Jawabnya.
Dari
jauh aku sudah melihat kekasihku berdiri dengan mengenakan baju batik. Aku
mendekatkan mobilku dan Gladys langsung mendekat. Kulihat dia membuka pintu
belakang dan menaruh kopernya beserta ranselnya.
“Welcome
home my love”Kataku sambil member bunga. Kulihat wajah surprise dan bahagia.
“Makasih
ya sayang”Katanya sambil mencium bunganya. Lalu aku menciumnya dengan penuh
cinta. Senyumnya yang manis tersunging dibibir mungilnya yang indah. Dia
menggenggam tanganku dengan erat. Aku segera menjalankan mobilku ke Bandung
dengan hati riang.
Aku
memasuki kota Bandung ketika saat matahari turun ke cakrawala barat, sisa cahaya siang menutup dirinya dengan lengan jingganya yang membara
melemparkan bayang bayang panjangnya kesemua persembunyian yang ada ditimur. Sementara jemari kekasihku masih
dalam genggaman, kucium dengan lembut dan penuh cinta. Kami memasuki loby hotel
dengan bergandeng penuh kebahagian. Kami
diantar office boy ke kamar kami. Kucium bibirnya dengan penuh kerinduan setelah
memberikan tips kepada office boy.
“I miss
you my Love! Kutatap wajahnya yang semakin cantik dengan kerut-kerut kecil
diwajahnya. Menunjukan kematangan seorang perempuan dan membuat dia kelihatan
makin seksi. Aku tahu banyak aktifis perempuan yang jatuh cinta kepada dia. Aku
pernah ditanya seorang teman apakah aku tidak takut kehilangan Gladys? Aku
hanya tersenyum dan aku selalu percaya dengan cinta kekasihku. Aku hanya
mengatakan takut itu perlu, dengan merasa takut, aku menjadi lebih menghargai
kebersamaan kita dan bersyukur memiliki kekasih seperti dia.
“Ih..apa
sih kok ngeliatin seperti itu sih!Kata Adys seperti biasa yang selalu tersipu
malu bila kutatap.
Hahahahaha..Sayang
masa sudah 17 belas tahun masih sama sih pertanyaannya”Jawabku dan mencium dia
dengan perasaan penuh cinta dan memeluknya erat. Adys membalas pelukkanku dan
merebahkan wajahnya didadaku.
“Sayang,
kalau kita tidak segera keluar dari kamar, kita bisa nggak jadi makan
nih!Ajakku. “Soalnya aku sudah ingin merebahkanmu di ranjang”Lanjutku.
Dia
hanya tertawa dan segera mengambil selendang, menyampirkan di tubuhnya.
-------
Kami
memasuki steak house yang terlihat agak ramai karena ada rombongan beberapa
anak-anak muda dan keluarga. Kami memilih duduk dimeja untuk berdua. Aku
memilih Sirloin dan Adys memilih tenderloin. Aku suka melihat Adys yang makan
dengan nikmat dan rapi. Dia mengambil wortel dan buncis yang tidak aku makan.
Aku menikmati kebersamaan kami sambil makan malam yang bisa dikatakan romantic
karena ada lilin diatas meja. Aku menikmati kediamannya bila sedang makan dan
kadang dia menyuapkan makanan yang sedang dia makan. Kebiasaan yang tidak
pernah berubah meskipun telah bertahun lamanya. Dia memang tidak banyak bicara
dan agak pendiam. Kadang dia bisa sibuk dengan pikirannya sendiri atau
tenggelam dengan dunianya. Aku sudah mengenal kebiasaany itu jauh sebelum kami
berdua menjalin relasi. Tetapi dia akan bercerita sendiri tanpa harus diminta.
Aku segera mengajak kembali ke hotel setelah selesai membayar. Dia menggandeng
lenganku ketika keluar dari steak house. Malam ini agak dingin di Bandung,
kulihat dia merapatkan selendangnya.
--------
“Sini
sayang!Kataku sambil menepuk ranjang disampingku untuk duduk disampingku,
setelah kami mandi bersama.
“Mau
ngapain?Tanyanya sambil senyum-senyum. “Nggak ah!Katanya menggodaku dengan wajah
kanak-kanaknya yang nakal. Kulihat matanya berbinar-binar yang membuatku makin
cinta dan ingin segera mendekapnya.
Kulihat dia membersihkan wajahnya dengan bertelanjang. Tubuhnya masih
sintal seperti dulu dan selalu membuatku terpesona, tak bisa mengalihkan
pandangku ke tempat lain.
Dia
mendekat naik keranjang setelah selesai membersihkan wajahnya. Senyumnya
tersunging dibibirnya yang mungil. Aku segera mendekapnya, mencium bibir
mungilnya dengan penuh kerinduan. Sudah tiga minggu aku tidak menciumnya dan
menyentuh tubuhnya yang indah. meskipun kami berdua sudah berusia kepala lima
tapi percintaan kami masih tetap menggila seperti pertama kali bercinta.
Kutelusuri tubuhnya dengan rindu yang menggelora, kubelai seluruh tubuhnya dengan penuh cinta,
kuciumi kakinya, kuciumi pahanya. Kubiarkan penyiar CNN terus membacakan berita. Kubuka dengan
perlahan perempuannya kucari
kuncup yang bersembunyi,
sementara aroma perempuannya yang menggoda membuat jantungku makin berdegup.
Aroma yg selalu kurindu beberapa
malam ini. Tampak
dengan malu malu menyembul seperti kuncup yg keluar dari kelopaknya,
kusentuhkan ujung lidahku dan kurasakan getaran tubuhnya. Rasa asin itu makin
membuatku tak tahan untuk terus membasahinya.
Kuhisap perlahan dan kekasihku makin bergetar. Kakinya makin terangkat keatas
seperti penari broadway. Dan aku makin leluasa membenamkan wajahku ke
perempuannya. Bagaikan burung madu yg menghisap putik bunga yang sedang
merekah.
Kubiarkan dia bergetar merasakan nikmat dan sekali kali tangannya menyentuh kepalaku. Akupun terbakar oleh gelora cinta yang terus menyala. Entah beberapa kali kami mendaki kepuncak cinta kami melampiaskan kerinduan yang terpendam. Meskipun kami berpisah hanya tiga minggu tetapi terasa begitu lama dan menyesakkan dada. Aku bersyukur waktu tidak memudarkan rasa cinta kami atau mengendurkan percintaan kami yang selalu menggila dan menggelora.
Kubiarkan dia bergetar merasakan nikmat dan sekali kali tangannya menyentuh kepalaku. Akupun terbakar oleh gelora cinta yang terus menyala. Entah beberapa kali kami mendaki kepuncak cinta kami melampiaskan kerinduan yang terpendam. Meskipun kami berpisah hanya tiga minggu tetapi terasa begitu lama dan menyesakkan dada. Aku bersyukur waktu tidak memudarkan rasa cinta kami atau mengendurkan percintaan kami yang selalu menggila dan menggelora.
Kulihat
dia terlelap dan meringkuk, menyembunyikan kepalanya didalam pelukkanku setelah
menikmati puncak percintaan, yang entah berapa kali. Nafas hangat
kekasihku membakar bara yang terus
menyala dihatiku meskipun telah 20 tahun bersamanya. Aku masih ingat waktu itu.
Gladys adalah adik kelasku di fakultas hukum. Begitu melihatnya pertama kali
aku sudah langsung jatuh cinta dengannya. Tapi harapanku segera pupus ketika
tahu dia telah memiliki kekasih. Kekasih yang menurutku tidak sepadan dengan
dirinya. Hubungan kami semakin dekat ketika kami sama-sama aktif di kajian
gender di kampus. Kami sering berdiskusi di kantin atau di taman dekat parkiran
sambil menemani dia dijemput pasangannya. Butchi yang terlihat urakan dan
kasar, aku tidak tahu bagaimana dia yang pendiam bisa jatuh cinta dengan Ogy
yang urakan itu. Aku dengar dia juga tidak melanjutkan kuliahnya. Padahal Gladys
sangat smart dan kritis, dia perempuan yang mandiri. Meskipun kelihatan lemah
lembut tapi dia itu garang bila idelaismenya terusik. Dia bisa dengan berani
melawan atau mempertahankan argumennya, dan itu semakin membuatku jatuh cinta
dengannya.
Semakin
lama kami semakin dekat, apalagi kami sama-sama duduk di senat mahasiswa.
Meskipun dekat kami tidak pernah membahas perasaan kami. Aku tidak tahu
bagaimana perasaannya kepadaku. Tetapi ketika beberapa hari aku tidak muncul di
kampus dia terlihat kuatir mencariku. Aku masih ingat kata-katanya sampai
sekarang dan membuatku menjadi senang. ‘kemana
aja sih? Apa kamu sakit? Aku sampe kangen? Tapi rasa senangku tidak
bertahan lama ketika kulihat pacarnya yang urakan itu telah datang menjemput.
Aku juga masih ingat pertanyaannya pada suatu siang di tengah taman kampus.
‘Kamu nggak suka ya, sama Ogy?”Tanya dengan menantap langsung kemataku. Aku
seperti anak kecil yang tertangkap mencuri permen di kedai kopi.
“Apa
hakku tidak suka dengan pacarmu?Balikku bertanya dan menghindar dari
tatapannya. Dia hanya tersenyum manis dan melanjutkan kecerita yang lain. Aku
tahu meskipun Ogy kasar dan urakan sebernarnya baik, buktinya dia masih mau
mengantar jemput Adys. Mungkin aku saja yang merasa cemburu dengan dia jadi
seperti itu sikapku sama Ogy. Mungkin aku yang terlalu sombong merasa lebih
baik dari Ogy dan lebih tepat mendampingi Adys daripada Ogy.
Begitulah
hubungan kami , kami sama-sama merasakan suka tapi juga tahu diri dan batas.
Kami menikmati kebersamaan kami dan menekan segala keinginan yang menyeruak. Kadang
bila tanpa sengaja saling bertatap mata, Adys selalu menunduk dan tersipu
malau. Aku suka sekali menatap wajahnya bila kami hanya berdua. Dan aku paling
suka ketika dia mengatakan “apa sih liat-liat?
Dan
biasanya aku selalu menjawab “Kalo nggak liat kamu masak aku harus liat pohon!”
Aku selalu suka kalau melihat dia jadi salah tingkah. Dia terlihat semakin
manis bila sedang malu dan membuatku semakin jatuh cinta. Aku pernah sekali
mengajaknya nonton berdua, waktu itu Ogy sedang keluar kota dan kami berdua
pergi mencari buku di gramedia. Enatah darimana pikiran dan keberanianku yang
tiba-tiba saja mengajaknya nonton. Aku juga heran dia tidak menolak ajakkanku,
itu adalah hari yang paling indah dan menyenangkan. Aku bisa duduk berdua
dengan begitu dekatnya dan ditempat yang gelap. Waktu itu aku kami nyaris
berciuman, wajahku sudah begitu dekat dengan wajahnya. Aku juga merasa kalau
dia pasti tidak menolak kucium tapi ternyata aku tidak berani melakukannya
sampai film berakhir dan kita berdua pulang ke rumah masing-masing.
Aku
menyesal setengah mati karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk menciumnya.
Sepanjang jalan aku memaki maki diriku. “BEGOOOOOOO!!!” kesempatan yang
mungkin tidak akan datang kembali. Tetapi kami semakin dekat dan dia sepertinya
suka berdekatan denganku. Dia kadang menggandeng tanganku, memeluk pinggangku,
merangkul pundakku. Tentu semua dilakukan di kampus dan bukan di depan Ogy.
Waktu terus berjalan kelulusan semakin dekat, kami sama-sama mengerjakan
skripsi. Aku jadi sering kerumahnya karena dia mempunyai computer dan printer
untuk mengeprint, mungkin itu computer pertama yang aku gunakan, computer yang
sangat besar dan berat dan harus menggunakan flopy disc tipis yang mudah patah.
Aku membantu Gladys membuat skripsi. Berduan tanpa gangguan dikamarnya tidak
membuatku menggunakan kesempatan meskipun aku tahu aku bisa. Tapi aku sangat
menyayanginya dan begitu mencintainya. Sampai akhirnya kami berdua sama-sama
lulus dan di wisuda. Sebelum aku pulang ke malang, aku menemui Gladys. Aku
ingin dia tahu perasaanku sehingga aku bisa melanjutkan hidupku tanpa ada
ganjalan. Aku tidak berharap apa-apa, aku hanya ingin merasa lega. Aku masih
jelas dalam ingtanku kejadian hari itu, 25 tahun yang lalu di suatu siang yang
terik, aku mendatangi rumahnya. Aku mengenakan pakaian terbaikku seakan-akan
aku akan melamar seorang gadis.
Aku
mengebel pintu rumahnya kulihat dia keluar menggunakan celana pendek dan kaos.
“Hi
Ca!Tumben katanya sambil membuka pintu dan mengajakku masuk ke dalam. Hanya dia
yang memanggil namaku dengan Ca bukan Cak seperti teman-temanku yang lain.
Karena namaku Cakrawala dan aku dari jawa timur maka teman-temanku memanggilku
Cak. Hanya Gladys yang memanggilku Ca dan aku sangat suka dengan panggilan itu.
katanya dia tidak suka memanggilku Cak karena seperti laki-laki.
“Aku
besok akan pulang ke Malang”Kataku sambil duduk di sofa. “aku tidak tahu apakah
aku akan kembali lagi ke Jakarta atau tidak”lanjutku dengan perasaan gunda
karena akan kehilangan dia. Aku ingin menatapnya untuk terakhir kalinya. Tiba-tiba
Adys memelukku dan menangis. “Aku akan merindukanmu Ca”Katanya. Kutatap matanya
yang berair itu dan kuusap lembut dengan dua tanganku, kukecup matanya penuh
kasih. “Akupun akan merindukanmu Adys”jawabku “Tapi waktu akan membuatmu
melupakanku”Kupeluk dia erat-erat dan ku berbisik “Hanya kamu yang selalu ada
dihatiku”
Diapun
makin berderai air matanya tak terbendung membasahi pakaianku. Lalu tiba-tiba
bibirnya telah menyatu dengan bibirku. Kami berciuman dengan penuh perasaan,
ciuman terakhir yang entah esok aku bisa bertemu dengannya kembali atau tidak.
Dia menggegam jariku dengan erat, wajahnya menunduk, “Aku pun mencintaimu
Ca”katanya lirih. “Tapi, aku….”
“sssttt!”
aku menghentikan kata-katanya. “Sudah nggak apa-apa aku bisa mengerti”Kataku.
“Aku sudah bahagia tahu kamu juga mencintaiku”Kataku sambil membelai wajahnya.
“Bila kita berjodoh suatu hari nanti kita akan bersama Adys” “Bukankah kamu
masih ingin sekolah lagi dan aku juga akan melanjutkan kuliah notaries di
Surabaya”Lanjutku menenangkan dia. Aku tahu dia sedang menanti jawaban beasiswa
sekolah hukum di Belanda. Aku menciumnya untuk terakhir kali sebelum besok sore
berangkat ke Malang dengan kereta.
Tak
kusangka kalau Gladys mengantarku di station kereta, seperti cerita-cerita
roman yang mengantarkan kekasihnya pergi dengan kereta. Dia memelukku erat-erat
dan menangis. Dia memintaku untuk menulis surat. Surat-suratnya bagaikan
penghibur buatku, aku selalu menanti setiap balasan suratnya. Kedatangan pak
pos selalu kunantikan tapi surat itu makin jarang tiba ketika dia mulai sekolah
di Belanda. Akupun mulai sibuk kuliah Notaris dan berusaha untuk konsentrasi
memulai karirku. Cita-citaku dapat membuka kantor Notaris di Jakarta sehingga
aku bisa berdekatan dengan Gladys. Entah kenapa aku masih saja berharap suatu
hari bisa bersamanya. Aku seperti pantai yang selalu merindukan ombak yang
selalu kembali dan kembali mengunjungi pantai, adakah pantai yang merindukan
ombaknya?
Lima
tahun kami terpisah dan akhirnya aku kembali bertemu dengan Gladys di Jakarta.
Aku berhasil membuka kantor Notaris di Jakarta dan Gladys sudah selesai
kuliahnya dan bekerja disebuah lembaga donor asing Amerika. Kebahagianku
menjadi sempurna ketika kami bisa tinggal bersama di rumah kontrakanku. Aku
masih belum bisa membeli rumah karena uangku habis untuk membuka kantor Notaris
dan masih belum mempunyai klien yang tetap. Waktu itu Adys yang membantu
keuanganku dan kami menikmati kebersamaan kami meskipun dengan sederhana. Perlahan
tapi pasti keadaan ekonomiku mulai membaik. Tapi ketika keadaan sedang membaik
tiba-tiba terjadi kerusuhan di Indonesia yang juga mempengaruhi pekerjaan
Notarisku. Tetapi aku lebih mencemaskan Gladys yang ikut para aktifis turun di
jalan bersama dengan teman-teman aktifis perempuan lainnya. Dia jadi sering
tidak pulang atau pulang malam dan itu membuatku cemas. Aku rasanya ingin marah
waktu itu tapi dia bisa menenangkanku. “Sayangku, aku bisa menjaga diriku, aku
tahu mana yang bahaya, aku tidak akan jalan sendirian! Kamu jangan mencemaskan
aku ya”Katanya waktu itu sambil mencium diriku dengan lembut, hatiku langsung
luluh seketika dan aku hanya memeluknya.
Waktu
terus berjalan banyak hal yang sudah kita lalui, baik yang menyenangkan maupun
yang tidak. Tapi yang paling menyenangkan adalah Mamaku menyukai Gladys. Kata
Mamaku Adys orangnya sabar, telaten dan baik. Mama lebih sering menanyakan
kapan Adys pulang ke Malang daripada aku. Kadang Adys pulang sendiri ke Malang
menemani mama. Keluarga Gladys juga menerimaku dengan baik. Keponakan Adys
sering menginap dirumah kami atau aku yang mengatar mereka pergi mencari buku.
Bahkan
salah satunya ponakannya menjadi asistenku dan aku berharap dia bisa
menggantikanku kelak. Sekarang rumahku yang di Malang berubah fungsinya, kini
menjadi Perpustakaan, tempat belajar dan tempat Adys mendirikan Yayasan yang
berfokus pada pendidikan anak-anak terlantar. Kadang juga digunakan sebagai
tempat diskusi atau pertemuan-pertemuan teman-teman LGBT. Apalagi rumahku itu
rumah peninggalan jaman Belanda yang besar dan luas sehingga cocok dijadikan
tempat kegiatan. Semakin lama Yayasan Adys berkembang dengan pesat dan semakin
banyak donor dari teman-teman sendiri dan juga perusahaan-perusahaan di jawa
timur yang berkontribusi. Aku senang bisa memberikan sesuatu yang berarti buat Adys.
Sekali
lagi kucium Adys yang telah mendengkur dalam pelukkanku. Kucium lama sekali
dengan perasan syukur tak terkira. Bersyukur dapat bersatu dengan belahan
jiwaku. Aku tahu aku bukan pasangan yang sempurna begitu juga dengan dia.
Kadang kami merasa kesal satu sama lain tapi semua bisa diatasi karena kami
salaing mencintai. Kadang Adys menganggap aku terlalu mengkuatirkan dia
sedangkan aku kadang menganggap Adys terlalu cuek. Aku orang yang suka
mengekspresikan perasaan sedang Adys orang cenderung pendiam dan menikmati
dalam diam. Tapi aku tahu betapa dia begitu mencintaiku. Meskipun dia pernah
mengatakan bahwa cintanya tidak sebesar cintaku kepadanya. Tetapi aku dapat
merasakan betapa dia sangat mencintaiku dan memperhatikan diriku meskipun itu
tidak disadarinya. Tapi kami sama-sama belajar untuk saling mengerti, saling
menghargai, menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Ketika aku ditanya
teman apa rahasianya, aku sendiri tidak tahu tapi setiap kali menatapnya selalu
ada perasaan sayang dan cinta dalam hatiku. Perasaan yang sama ketika aku
melihat dia pertama kali.
Cintanya
bagaikan candu buatku dan aku selalu ketagihan cintanya. Kami berdua tidak
pernah berjanji untuk saling setia atau sejenisnya. Tetapi kami berdua selalu
punya keinginan untuk terus bersama, saling berbagi, saling mengisi, kami ingin
tua bersama dan melakukan sesuatu bersama. Bila sedang berdua kami begitu
menikmati kebersamaan kami seakan-akan dunia hanya milik kita berdua. Dia tidak
melarangku untuk jatuh cinta dengan perempuan lain, tapi bagaimana aku bisa
jatuh cinta dengan perempuan lain kalau hatiku telah diambil olehnya. Aku jadi
ingat ketika dia mengatakan kagum dengan seseorang. Dan aku menggodanya, “seandainya orang itu mau sama kamu, kamu mau
nggak? Padahal waktu itu aku berharap dia akan mengatakan tidak. Tetapi dia
malah menggodaku dan balik bertanya “boleh
nggak? Aku seketika menjadi speechless
dan ada yang menusuk. Aku hanya menjawab, ‘Ya,
kalau kamu mau, aku akan mundur” “Kok, gitu?Tanyanya waktu itu. “Iya aku nggak ingin bersaing dengan orang
lain dan berbagi cinta”Jawabku. “Nggaklah,
sayang! Aku nggak mau sama yang lain”Jawabnya sambil menciumku. “Tumben, biasanya kamu khan PD sayang, kok
mau mundur”Tanyanya kembali. Aku hanya tersenyum dan tidak menjawab
pertanyaannya.
Aku
sendiri juga tidak tahu kenapa seperti itu. kalau menyangkut perasaanku dengan Adys,
aku selalu tidak PD dan takut kehilangan. Meskipun kami sama-sama sudah mulai
masuk usia senja tetap saja kuatir itu masih ada. karena aku merasa bersamanya
aku bisa merasakan semuanya. Merasakan cinta, merasakan sayang, merasakan
cemburu, merasakan takut kehilangan, merasa dicintai, merasa dibutuhkan, merasa
dikagumi, merasa menggila bila bercinta. Rasa yang terus ada bersama dia dan
selalu menyala. Aku berharap cinta itu
terus dan selalu menyala pada kami berdua. Sampai kami menunaikan tugas kami di
muka bumi ini. Kutatap wajah Adys yang terlelap dengan tenang, wajahnya
kelihatan begitu damai dan cantik. Aku merasa dia semakin cantik diusianya yang
setengah abad ini. kucium dia dengan lembut dan kubisikan “selamanya cinta”,
ada senyum yang tersunging didalam tidurnya yang lelap.
0 comments: