Suti menunggu dengan gelisah, dari tadi dia keluar masuk
dari ruang tengah ke ruang tamu terus ke depan pintu. Melihat jalan yang sepi
dan gelap. Hanya suara jangkrik dan serangga malam yang dia dengar. Alunan
harmoni alam yang ingin menghantarkan manusia ke perabuhannya. Suara simphony malam mengiringi perasaannya yang sedang gelisah.
Hari semakin gulita membat hati Suti
semakin merana menanti. Dia kuatir Asih akan tersesat, apalagi Desanya jauh
dari jalan raya utama. Jalan desa yang sempit dan rusak, sementara di ujung
jalan hanya ada sawah yang telah menjadi belantara Jagung.
Dari bangun tidur hati Suti sudah tak menentu menunggu
kedatangan Asih. Bercampur aduk antara senang, cemas, dan sumringah. Dengan
berdendang dia membersihkan kamarnya dan menyiapkan masakan kesukaan Asih. Dia
benar-benar ingin menyambut kedatangan Asih. Hari yang telah lama dia nantikan
dengan penuh kesabaran. Setiap hari hanya bisa menghitung hari menanti saat
saat pertemuan dengan Asih. Semakin dekat hari pertemuan semakin membuat
dirinya gelisah tak menentu.
Seharian Suti merasakan debar jantung yang tidak seperti
biasanya, berdebar-debar senang yang sulit dikatakan. Dia melakukan pekerjaan
dengan penuh kegembiraan sambil terus membayangkan wajah Asih. Ada perasaan
aneh yang tidak bisa dia jelaskan. Usianya sudah tidak muda lagi, tapi seumur
hidupnya dia belum pernah merasakan perasaan yang seperti ini. Bahkan perasaan
ini juga tidak pernah dia rasakan bersama Suaminya. Dia sudah menikah dengan
suaminya hampir 35 tahun dan sudah mempunyai cucu berumur 3 tahun. Tapi tidak
pernah sekalipun mempunyai perasan khusus dengan suaminya. Yang ada hanya
kepahitan hidup, Suti hanya bisa menjalani hidupnya dari hari ke hari, hingga
tahun terus berganti. Semua dia jalani begitu saja tanpa ada kegairahan atau
kebahagiaan.
Suti masih ingat ketika baru lulus SMA dia langsung
dijodohkan dengan anak kenalan bapaknya. Katanya anak orang kaya di Banyuwangi.
Dia sudah protes ke bapaknya dan bilang ingin bekerja atau sekolah lagi. Bapaknya
mengatakan untuk apa anak perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh nanti juga kerja
di dapur!. Waktu itu Suti sangat kesal, marah dan kecewa tapi tidak berani
membantah Ayahnya. Keputusan orang tuanya sudah bulat dan Suti memutuskan lari
ke Surabaya. Tapi akhirnya dia kembali lagi ke Lamongan ketika diberitahu kalau
ibunya langsung jatuh sakit dan jantungnya kumat ketika dia melarikan diri.
Akhirnya perkawinan itupun dilaksanakan dengan sederhana dan
ketika ijab kabul dilaksanakan, dia
masih belum mengenal suaminya. Suti merasa dirinya dijual oleh keluarganya. Air
matanya sampai hampir kering karena merasa sedih dan marah tapi tidak mempunyai
keberanian untuk memberontak. Dia hanya dapat memendam rasa marah dan sedihnya.
Hatinya hancur dan dia merasa sendirian tanpa siapa-siapa di tempat yang asing.
Dia tidak mengenal siapapun kecuali mertua perempuannya yang sangat berkuasa
dan ditakuti semua orang.
Ajaran untuk menjadi anak yang berbakti dan mematuhi orang
tua tertanam dengan melekat dalam diri Suti muda. Suti hanya bisa pasrah
menerima nasibnya tanpa mempunyai keberanian memberontak. Dia tidak ingin
mengecewakan orang tuanya, dia ingin menjadi anak yang baik dan menurut apa
kata orang tuanya. Suti sangat mencintai orang tuanya dan percaya kalau semua
ini untuk kebaikannya. Meskipun dia sendiri merasa tidak sesuai dengan
keinginannya.
Ketika acara ijab kabul selesai, Suti menangis mengantar
orang tuanya yang langsung kembali ke Lumajang. Hatinya seperti ikut pulang
bersama orang tuanya. Raganya berdiri menatap kepergian orang tuanya dengan
jiwa yang kosong. Belum genap dan reda kesedihannya, mertuanya sudah
menyuruhnya bekerja di dapur. Tidak seperti penganten baru yang akan menikmati
bulan madunya dengan penuh kebahagian, dia malah langsung bekerja bersama para
pekerja lainnya.
Sampai matahari terbenam Suti masih belum melihat batang
hidung suaminya. Ketika malam tiba dia masuk ke kamar dan menunggu kehadiran
suaminya. Baru menjelang subuh suaminya masuk ke dalam kamar. Dia langsung
menyalami dan mencium tangan suaminya dan baru itu dia melihat wajah suaminya
diantara keremangan lampu teplok di kamarnya. Rois, suaminya langsung tidur
tanpa menghiraukan dirinya. Suti dapat mencium bau minuman keras dari tubuh
suaminya.
Rois tidak menyentuh tubuh Suti. Dia tidur di samping
suaminya dengan perasaan takut. Begitu pula keesokan malamnya. Suaminya pulang
tengah malam dengan mulut bau rokok dan minuman keras. Dia menelanjangi Suti
dengan paksa. Suti sudah berusaha untuk melawan. “Hei! Aku iki bojomu!Bentak
suaminya. Suti dengan meneteskan airmata dan menahas sakit menjalankan
kewajibannya menjadi isteri. Dia terngiang suara ibunya untuk melakukan
tugasnya sebagai isteri. “Eleng yo nduk, dadi wong wedok iku kudu iso Macak,
Masak, Manak!” Setelah melepaskan hajatnya suaminya langsung tertidur pulas
tanpa mempedulikan Suti.
Suti tidak ubahnya seperti buruh suaminyadi rumah mertuanya
dan sekaligus tempat pelampias nafsu suaminya. Dia harus bekerja di kebun mulai
subuh sampai malam, Siang dia harus pulang membersihkan rumah dan masak untuk
para pekerja. Dan tengah malam ketika tidur kelelahan, dia harus terbangun
melayani suaminya yang bau minuman keras. Tidak peduli Suti harus bangun
sebelum subuh untuk bekerja sementara suaminya bangun menjelang makan siang
bahkan Ashar baru bangun tanpa ada yang berani menganggunya.
Suaminya sendiri adalah anak kesayangan keluarga yang
dianggap pembawa keberuntungan buat keluarga sehingga tidak pernah bekerja
mulai dari kecil dan selalu dimanja. Pekerjaan sehari-hari hanya berjudi, adu
ayam, mabuk dan bahkan Suti pernah mendengar kalau Rois mempunyai perempuan
simpanan yang mantan pekerja seks. Keluarga suaminya sengaja mencari isteri
agar Rois betah di rumah dan tidak berhubungan dengan perempuan nakal di desa
tetangga.
Suti pasrah menerima nasibnya tanpa mengeluh. Dia menjalani
semua dengan tabah. Mertuanya mulai menyidir dia karena tidak kunjung mempunyai
anak. Dia juga dianggap tidak becus melayani suami karena suaminya masih saja
sering tidak pulang rumah. Sebetulnya Suti senang ketika suaminya tidak pulang
rumah. Dia merasa tersiksa dan kesakitan ketika harus melayani hubungan seks dengan
suaminya. Keadaan ekonomi keluarga juga mulai menurun ladang yang mereka miliki
mulai satu persatu berkurang digadaikan suaminya yang kalah berjudi. Akhirnya
Suti hamil juga setelah 3 tahun menikah. Meskipun dalam keadaan hamil Suti
masih saja harus ke ladang membantu bertanam dan memasak. Ketika Suti
melahirkan anak, suaminya juga tidak ada di rumah dan tidak pulang.
Prahara kembali menimpa dirinya, Mertuanya kembali tidak
suka dengan dirinya yang ternyata melahirkan anak perempuan dan ketika anaknya
berumur 3 tahun keluarga mereka benar-benar harus kehilangan sawah dan ladang.
Akhirnya Suti memutuskan jadi TKW dan pergi mencari uang di Hongkong. Dengan
seijin suaminya dia masuk PJTKI dan memilih Hongkong sebagai tujuan dia
bekerja. Ada perasaan senang sekaligus sedih, senang karena bisa keluar dari
rumah mertuanya dan sedih harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga
tahun lebih. Tapi Suti sudah bertekat untuk merubah nasibnya dan ingin anaknya
bisa bersekolah.
******
Bekerja jadi pembantu rumah tangga di Hongkong bagi Suti
tidak terlalu berat. Apalagi dia hanya merawat seorang nenek yang baik. Dia
menjalani pekerjaannya dengan senang hati. Dia juga jadi belajar banyak hal,
mulai belajar bahasa Canton dan juga bahasa Mandarin karena nenek yang dijaga
mantan seorang guru. Waktu terus berjalan, tanpa terasa anaknya Anisa sudah
harus mulai masuk SD dan suaminya minta uang untuk daftar sekolah. Suti merasa heran
karena setiap bulan selama 3 tahun dia selalu kirim uang ke rumah tapi kenapa
suaminya minta uang untuk masuk sekolah SD. Tapi Suti tidak pernah bertanya
karena dia tidak ingin bertengkar dengan suaminya.
Genap 5 tahun bekerja di Hongkong Suti kembali pulang ke
rumah mertuanya. Betapa terkejutnya dia, ternyata hasil kerjanya selama 5 tahun
di Hongkong semua diambil oleh mertuanya. Untuk membiayai rumah tangga dan
sekolah adik-adik suaminya. Suti hanya bisa pasrah dan tidak berani menentang
mertua atau suaminya. Dan Dia memutuskan untuk kembali bekerja di Hongkong.
Dengan pengalaman kerja selama 5 tahun sangat mudah bagi Suti untuk mendapatkan
majikan baru tanpa harus lama menunggu di PJTKI. Kali ini Suti mulai menyisikan
uang gajinya untuk anak semata wayangnya. Dia tidak mengirimkan semua uang gaji
yang dia dapatkan.
Lima belas tahun dia bekerja dan hanya sesekali saja dia
pulang ke rumah mertuanya. Anaknya sudah SMA dan dia tumbuh menjadi anak yang
mengerti penderitaan ibunya yang bekerja di Hongkong. Diam-diam tanpa
sepengetahuan suami atau mertuanya Suti selalu menjalani komunikasi dengan
anaknya. Suti juga mengirim uang ke Ayah dan ibunya. Uang kiriman Suti
dibelikan tanah dan dibangunkan rumah untuk Suti dan mereka juga membeli tanah
untuk ditanami. Suti sudah mulai memikirkan dan merancang masa depannya dan
Anisa. Jiwa tangguh juga menurun ke diri
Anisa. Dia tidak ingin melanjutkan sekolah setelah lulus SMA tapi ingin
langsung bekerja dan berdagang. Suti memberikan uang tabungannya untuk Anisa dan
menyarankan Anisa untuk pulang ke Lumajang rumah orang tua Suti.
Hati Suti agak tenang ketika mertuanya meninggal, tapi
ternyata adik iparnya juga beperangai sama dengan mertuanya. Meskipun Suti
telah membiayai mereka tetap saja mereka tidak pernah berterima kasih dan tidak
suka ketika Anisa pulang ke Lumajang untuk memulai usahanya. Tapi Suti tidak
lagi mempedulikan keluarga suaminya. Dia cuma berharap bisa terlepas dari
suaminya. Dan hari yang membahagiakan itu datang juga. Suaminya mau menceraikan
dirinya karena dia ingin menikahi perempuan simpanannya. Tapi tetap saja dia
meminta uang kepada Suti untuk perceraian itu dan dengan sukarela Suti
memberikannya untuk menebus kebebasannya.
******
Setelah terbebas dari suaminya Suti mulai memikirkan masa
depannya dan keinginannya untuk mengembangkan diri. Suti mulai mengikuti
kegiatan-kegiatan yang positif di Hongkong bila hari minggu. Disanalah dia
bertemun dengan Asih. Waktu itu dia melihat Asih, yang berjilbab duduk di
sampingnya dan mereka berkenalan. Asih orangnya menyenangkan dan gampang sekali
akrab dengan orang lain. Asih mengenalkan Suti ke teman-teman yang lain ketika
mereka istirahat. Asih juga mengajak Suti untuk bergabung dalam kelompok
belajar yang diadakan setiap minggu di Victoria park. Suti yang selama ini
jarang bergaul merasa menemukan sesuatu yang baru. Banyak hal yang mereka
pelajari bersama dan itu membuat pikiran Suti jadi tercerahkan dan membakar
semangatnya.
“Ada yang sampeyan perlu belajar mbak?Kata Asih suatu
hari
“Nopo iku mbak?Tanya Suti penasaran
“Sampeyan perlu belajar guyu, mbak!”Kata Asih sambil
meletakan dua telunjuknya diujung bibirnya.
“Ah, sampeyan iku onok ae!Kata Suti tersipu
“Lah.. lak ngono tibak e isu guyu!Kata Asih menggoda dan
mereka berduapun tertawa.
“Iyo mbak, aku itu memang jarang guyu mungkin sudah lupa
carane guyu. Kakean susah uripku mbak!Jawab Suti ketika mereka selesai ketawa.
“Susah seneng itu sawang sinawang mbak, kalo mau mikiri
susah ya susah terus! Piye carane yang susah dibuat seneng biar hidup lebih
enteng, mbak!Jawab Asih
“Iya, mbak!
Suti sadar kalau dirinya memang jarang tertawa atau bisa
menikmati kebahagiaan. Sampai wajahnya terlihat lebih tua dari umurnya yang
sebenarnya. Baru tadi dia bisa tertawa
Asih sering menggoda dia dan memancing dia untuk ketawa. Pernah
ketika mereka sedang belajar bersama tiba-tiba Asih bisa menggoda dia.
“Wes, nggak usah dipikiri terlalu serius, operasi keriput
larang dan nggak ditanggung lho!”
Tapi kadang Suti tidak mengerti candaan Asih dan
menanggapinya dengan serius.
“Kalo nggak serius belajar khan sayang menyia-nyiakan
waktu!”
“Mbak Suti, aku tadi maksudnya ngajak sampeyan bercanda!
Supaya sampeyan nggak stress hehehe!
“Oalah...hahahaha! iya mbak makasih!Jawab Suti
Selalu ada saja yang dilakukan Asih yang bisa membuat
Suti tertawa. Kadang Suti cuma komen, “Ancen wong Edan! Dan dengan cueknya Asih
mengatakan. “edan-edan ngene kie ngangeni lho!
Suti mengakui memang Asih orangnya menyenangkan dan
bersama Asih dia selalu bisa merasa senang dan dapat menikmati keadaan, menikmati
hidupnya.
Dia merasa Asih orang yang cocok dengan dirinya. Dia juga
mempunyai masa lalu yang hampir sama dengan dirinya. Menikah di usia muda dan
karena dijodohkan orang tuanya. Asih usianya lebih muda darinya. Suaminya juga
tidak bekerja dan hanya mengharapkan kiriman dari dirinya. Asih mempunyai anak
laki yang sekrang tinggal di pondok pesantren. Asih baru merasakan bebas ketika
suaminya meninggal dunia karena sakit.
Mereka sama-sama suka belajar dan tidak suka melakukan
hal-hal yang tidak berguna. Bila tidak ada kegiatan mereka sering mengunjungi
tempat tempat yang menarik berdua. Suti merasakan kebahagian ketika bersama
dengan Asih. Asih selalu mempunyai hati yang baik, dia tidak pernah curiga atau
berpikiran buruk terhadap orang lain bahkan sampai pernah tertipu teman mereka
di Hongkong. Beda dengan Suti yang pernah mengalami kepahitan hidup kadang
selalu melihat sesuatu dengan skeptis dan selalu curiga dengan kebaikan orang.
Dari Asih, Suti belajar untuk berbahagia, menikmati
keadaan, berpikir positif dan belajar untuk mempercayai orang lain. Begitupula
Asih belajar untuk berhati hati dan tidak terlalu mempercayai orang lain.
Mereka seperti saling melengkapi dan saling mengingatkan satu sama lain. Hari-hari
mereka jadi menyenangkan. Suti selalu menunggu hari minggu untuk bertemu dengan
Asih. Asih berbeda dengan teman-teman yang sudah lama di Hongkong.
Penampilannya masih saja tetap sederhana dan tidak terpengaruh dengan
lingkungan sama seperti Suti yang juga tidak suka berpenampilan layaknya selebritis
seperti teman-teman mereka pada umumnya.
Semakin hari hubungan mereka semakin dekat. Tidak ada
lagi rahasia diantara mereka. Suti menceritakan semua pengalaman hidupnya dan
bagaimana keluarga mantan suaminya yang selalu merorong hidupnya dahulu.
Begitupula dengan Asih yang bagaimana dia harus menghidupi putranya seorang
diri karena suaminya meninggal. Kini putra Asih tinggal di Pondok pesantren
sebagai salah satu guru pembimbing disana. Asih pernah ikut Suti pulang ke Lumajang
ketika anak Suti menikah. Suti senang bisa mengajak Asih ke tempat kelahiran
dan berkeliling kota Lumajang. Suti sendiri tidak tahu kenapa dia selalu merasa
bahagia bila berdekatan dengan Asih.
Suti juga tidak tahu apakah namanya perasaan yang dia
rasakan ini. Kadang dia juga merasa cemburu bila Asih berdekatan dengan teman
lain di Hongkong atau pergi tanpa memberitahu dia terlebih dahulu. Tapi Asih
selalu saja bisa menenangkan hati Suti yang uring-uringan. Asih yang
mengajarkan pada dirinya untuk lebih santai, dan belajar untuk menikmati hidup.
Belajar membahagiakan diri sendiri. Bersama Asih, Suti merasa dia bisa tertawa
dan bercanda dengan teman-teman yang lain. Suti sadar kalau dia mengalami
perubahan yang banyak meskipun dia masih belum benar-benar bisa menghilangkan masa
lalu yang pahit.
Suti kadang bingung dengan perasaannya terhadap Asih. Dia
merasakan sesuatu yang tidak pernah dia rasakan selama ini. Ada perasaan tenang
dan nyaman ketika bersama Asih. Dia kadang juga merasakan sayang dan rindu
kepada Asih bila tidak bertemu. Setiap hari Suti selalu berkomunikasi melalui
bbm dengan Asih. Entah bercerita tentang resep masakah, tentang majikan
masing-masing atau tentang buku yang mereka berdua baca. Semakin lama mereka
berdua semakin dekat dan saling mengasih, saling mejaga dan saling mensupport.
Suti tahu kalau di Hongkong banyak anak-anak muda yang
sering di sebut TB atau tomboy dan kadang bertengkar rebutan perempuan. Tapi
dirinya tidak tomboy begitu pula dengan Asih. Mereka juga tidak pernah
membicarakan perasaan mereka. Kadang kalau bbm dan memberikan ciuman, muka Suti
selalu memerah dan merasa malu tapi sekaligus senang. Dia juga merasa senang
kalau Asih bilang kangen dengan dirinya.
Dia kadang takut dengan apa yang dirasakan dan teringat
pelajaran agama ketika ngaji. Tapi perasaan itu begitu kuat menyergap hatinya.
Pernah dia mencoba menghindar dari Asih dan tidak bertemu dengan alasan lagi
repot di rumah majikan. Tapi semakin dia menahan perasaan itu semakin tertekan
diri Suti. Dia merasa seperti orang gila karena rindu ketemu dengan Asih. Rindu
mendengarkan tawa Asih yang ringan dan tanpa beban. Rindu ketika Asih nyandar
tertidur ketika naik kereta bersama. Akhirnya Suti memilih tidak memikirkan apa
yang pernah diajarkan. Dia memilih untuk menjalani saja dan menikmati semuanya.
******
“Mbak, omah mu ngendih. Aku wes muter-muter ra
ketemu”Terdengar suara Asih dari telpon genggam.
“Piye toh, lak pernah kesini kok nggak eleng! Gang
sebelah Masjid, Sih masuk terus ae trus belok kiri”Jawab Suti dengan sabar.
“Iyo, dulu khan aku tidur tau-tau nyampe omah sampeyan.
Wes akeh toko-toko, dadi pangling. Iki sak jalanan ono sepuluh mesjid e!Jawab
Asih ngeyel
“Masjid e sebelah kali! Awakmu neng endih saiki?
“Ngarep e alun-alun!
“Wah, kejauhan. Balik ae 500 meter, kiri jalan!
“Yo, wes enteni yo!
Suti makin gelisah menanti kedatangan Asih. Ingin rasanya
lari keluar jalan dan menjemputnya. Dia terus berdiri di depan pintu sambil
terus berharap dan berdoa agar Asih segera sampai. Dia terus menatap handphone
nya. Dan telpon itu kembali berbunyi
“Halo, aku wes masuk gang iki, trus ngendi?Tanya Asih
“Terus ae ikuti jalan itu nanti belok ke kiri gang
pertama!
“okay!
Hati Suti makin berdegub dengan kencang, sebentar lagi
dia akan bertemu dengan Asih. Orang yang dia nanti dan rindukan. Dia keluar
dari rumahnya dan menunggu dipinggir jalan. Ketika melihat taksi yang membawa
Asih, hatinya seperti melonjak kegirangan. Taksi berhenti di depan rumah. Asih
segera membayar uang taksi. Suti membantu turun tas bawaan Asih dan mengajak
masuk kedalam.
Ketika sampai di ruang tamu Suti langsung memeluk Asih
dengan penuh kerinduan. Begitu pula dengan Asih menyambut pelukan itu dengan
penuh kehangatan.
Sudah lima bulan mereka tidak bertemu ketika suti
memutuskan untuk kembali ke Lumajang dan berencana membuka depot. Waktu itu dia
bertanya kepada Asih, apa keinginannya? Asih bilang ingin membuka Depot karena
dia mempunyai hobby masak dan masakannya terkenal enak. Saat itu juga Suti
ingin mewujudkan impian Asih. Dia mulai menghitung tabungannya dan merencanakan
membuka depot bersama Asih. Asih menyambut gembira rencana Suti itu. Asih juga
mulai mengumpulakan dan meghitung semua uang dan simpanannya untuk membuka
depot tersebut. Asih ingin menjual rumah dan sawah yang dia miliki tapi Suti
melarangnya. Suti tahu kalau anak Asih masih belum mandiri dan tidak memiliki
rumah. Berbeda dengan Anak Suti yang telah berhasil dengan usahanya. Hidupnya
telah mapan bersama keluarganya sendiri.
Selama di Hongkong mereka terus mematangkan rencana
mereka. Mereka makin rajin menabung dan mengumpulkan modal untuk membuka depot.
Setiap kali bertemu mereka selalu merancang angan-angan mereka. Dan memutuskan
untuk membuka depot di Lumajang. Mereka membuat skenario bila ada tetangga yang
bertanya tentang Asih. Mereka akan mengatakan bahwa asih keponakan jauh dari
Ayah yang tinggal di Jombang.
Suti merasa hidupnya berubah dan jadi lebih menyenangkan.
Kalau dulu dia bekerja ke Hongkong hanya untuk pelarian dan membiayai anaknya.
Kini dia mempunyai mimpinya sendiri dan baru kali ini dia merasakan semangat
yang luar biasa. Hidupnya menjadi lebih hidup dan disisa hidupnya ada setitik
terang yang membahagiakan. Suti merasa Asih seperti Matahari yang memberikan
terang, kehangatan setelah musim dingin yang gelap. Memberikan degup kehidupan
buat Suti. Hidup serasa lebih hidup dan menyenangkan.
“Sampeyan arep mandi ato makan dulu?Tanya Suti
“Mandi ae biar makan e enak”
Suti mengambilkan Handuk buat Asih. Dia mengajak ke kamar
dan meletakan koper Asih di dalam kamar. “Bongkar barang e sesok ae yo Sih!
“Iyo, mbak!Jawab Asih
Asih menuju kamar mandi sementara Suti langsung
memanaskan sayur lodeh dan menggoreng tempe berserta telor dadar, membuat
sambel terasi. Dengan gembira dia menata meja makan. Tiba-tiba dia sendiri
merasakan lapar. Seharian dia gelisah sehingga tidak enak makan karena menunggu
kedatangan Asih.
Setelah Asih selesai mandi, mereka langsung makan
bersama. Asih makan dengan lahap, rindu makan dengan suasana kampung seperti
ini.
“Enak mbak lodeh ne, manis!Kata Asih
“Lho kemanisan yo?
“Nggak soale makan e sambil liat sampeyan dadi kroso
tambah manis lan enak”Goda Asih
“Onok ae!Jawab Suti sambil memerah. Suti sadar kalau dia
memang merindukan Asih. Rindu godaan dan candaan Asih yang spontan. Godaan yang
selalu membuat dia tersipu dan memerah.
“Gimana kabare Hongkong?Tanya Suti mengalihkan
pembicaraan.
“Adem mbak?
“Lho musim panas kok adem?
“Iyo soale nggak onok sampeyan, nggak onok seng
manasi!Jawab asih
“Lah, mbok pikir awakku kompor tah?Jawab Suti sambil
ketawa
“Wah, sampeya saiki kemajuan, iso jawab!Kata Asih dengan
ketawa
“Kumpul wong edan yo dadi edan!Jawab Suti
“Wong edan seng ngangeni!
“Iyo, kangen aku karo awakmu, Sih!Kata Suti yang tiba
tiba ingin merasa menangis. Ketika ingat betapa dia merindukan Asih selama di
Indonesia. Lima bulan dia tidak bertemu membuat dia seperti orang gila karena
rindu. Meskipun mereka selalu whatsapp dan kalau minggu selalu telpon tetap
saja rindu itu selalu mendera. Asihpun merasakan hal yang sama.
“Iyo mbak, aku yo kangen! Wes ojok sedih, aku khan sudah
disini.
Suti menghapus air matanya, dia sadar tidak seharusnya
bersedih di malam yang membahagiakan ini. Suti segera membereskan meja makan
begitu selesai dan mengunci semua pintu rumah dan mematikan lampu.
Ada perasaan berdebar karena baru kali ini dia akan tidur
bersama dengan asih seranjang berdua. Selama di Hongkong meskipun selalu
bersama mereka tidak pernah tidur seranjang berdua. Suti melihat Asih sudah
merebahkan dirinya di ranjang. Suti segera merebahkan tubuhnya di samping Asih.
Mereka saling menatap di keremangan lampu di luar. Tiba-tiba Asih membelai wajah Suti yang mulai
menua dan termakan oleh derita. Suti memejamkan matanya menikmati belaian itu.
Belaian yang begitu lembut, membuat sekujur tubuhnya melayang. Belum pernah dia
merasakan hal semacam ini. Rois dulu tidak pernah menyentuhnya seperti ini.
Asih memeluk Suti dengan erat. Suti merasakan kasih
sayang Asih, dia membenamkan kepalanya dalam pelukan Asih. Asih mencium dengan
lembut kening Suti. Tidak ada kata diantara mereka. Dalam sentuhan mereka
bercerita mengungkapkan kasih sayang dan cinta. Cinta yang tak pernah mereka
rasakan cinta yang begitu indah, penuh kelembutan, saling mengasihi. Mereka
sadar kalau mereka saling mencintai meskipun mereka sendiri tidak bisa menjelaskan
apa yang terjadi. Meskipun ada ketakutan akan perasaan itu. Mereka seakan tidak
lagi peduli dengan semuanya. Hanya rasa ingin selalu bersama dan berbagi di
sisa hidup mereka.
ditulis oleh : Poedji Tan
0 comments: