Surabaya, 1
Januari 2011
Aku terbangun dengan kepala yang sangat berat, aku
berjalan ke kamar mandi dengan kesadaran yang masih separoh. Aku duduk di atas
closet sambil mencoba mengingat kejadian semalam. Yang aku ingat minum whisky
cola hampir 5 gelas, gila.... pantas kepalaku serasa mau pecah. Aku memutuskan
untuk mandi agar kepalaku menjadi ringan. Aku masuk ke bath-up dan menyemprot
kepalaku. Aku biarkan air mengguyur kepalaku dan aku mencoba memutar kembali
ingatanku tentang semalam.
Semalam aku datang ke pesta tahun baru yang diadakan oleh
kantorku. Aku datang memang agak terlambat. Kulihat teman-teman sudah datang,
ada yang membawa pasangan, ada yang sendirian. Ketika sedang mengamati
sekeliling, Vina sudah berada di sampingku dan menyeretku untuk
bergabung dengan teman-teman bagian marketing. Kita bercanda sambil
minum-minum. Memang kalau bergabung dengan bagian marketing memang selalu
begitu, mereka memang sering menjamu tamu dan clubing. Yang belum dapat kuingat siapa yang mengantarku naik ke
apartemen.
Aku menyudahi mandiku, sambil berbalut handuk aku menuju
dapur untuk membuat kopi. Kulihat bajuku
berantakan di samping ranjang, aku memunguti baju dan underwear-ku. Dan tiba-tiba mataku tertuju
pada celana dalam wanita berwarna hitam, aku merasa tidak pernah mempunyai
celana dalam yang seperti ini apalagi warnanya hitam dan seksi. Belum habis
kesadaranku, aku dikejutkan dengan gerakan dibawah bed coverku. Jantungku
berdegup dengan kencang dan berusaha menganalisa atau mencari memoriku. Apa
yang telah aku lakukan semalam? I wish was not a bad thing. Lalu perlahan aku membuka bed coverku.
“Vina...!” seruku dengan tatapan tak percaya apa dengan yang
kulihat.
Kulihat
tubuhnya tidak ditutupi sehelai benangpun. Lalu cepat-cepat aku tutup
kembali bed coverku. Sambil menggeliat dia menyapaku.
“Morning...What time is it?” sapanya.
Aku masih bengong dengan apa yang kulihat. Seketika
ingatanku pulih dengan kejadian semalam.
“Oh...My GOD! What did I do last night!.
Aku terduduk di tepi ranjang sambil memegang kepalaku
yang masih terasa berat dan merekunstruksi kejadian semalam.
Aku pulang dalam keadaan mabuk dan diantar Vina ke
apartemenku. Aku ingat dia merebahkanku di atas ranjang, membersihkan make-up
ku dengan telaten, aku hanya diam dan menikmati
sentuhannya yang lembut diwajahku. Dia mulai melepas kancing bajuku, membuka celana panjangku, dan melepas BH-ku. Perasaan antara malu dan senang bercampur
aduk menjadi satu dalam diriku. Meskipun kesadaranku cuma tinggal seperempat tapi aku tahu
kalau aku merasa menikmati apa yang dia lakukan padaku. Dan yang kuingat, dia sendiri membersihkan mukanya,
melepaskan pakaiannya, mengambil
kaos dari dalam lemari pakaianku dan mengenakannya, lalu merebahkan
tubuhnya disampingku. Meskipun dalam keadaan mabuk, aku tahu kalau aku senang
dia berada disampingku.
Aku memiringkan badanku melihat dia disampingku. Dia
begitu dekat disampingku, aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba berani, apakah
karena pengaruh alkohol atau memang aku menginginkannya. Kutaruh tanganku diatas perutnya yang ramping,
aku mulai membelai perutnya dan dia diam saja dengan apa yang aku lakukan. Lalu
dia mengambil tanganku dan menciumnya. Aku seakan tidak ingin menyia-nyiakan moment itu. Aku mencoba mencium bibirnya
dengan ragu, ternyata dia membalas ciumanku. Kami berciuman lama sekali,
seperti minum air di padang pasir. Aku terus merebahkan tubuhnya yang lembut di bawahku. Aku begitu
menikmati setiap jengkal tubuhnya. Aku meraba payudaranya yang kenyal dan seksi.
Aku masih ingat bagaimana rasanya mengulum putingnya yang indah.
“Hi.. ngapain kok bengong di situ!
Kata Vina sambil
berusaha duduk.
“Apa kamu tahu apa yang kita lakukan semalam?” Tanyaku.
“Tau, kenapa? Aku cuma menggelengkan kepala dan masih gamang dengan
kejadian semalam.
“It’s about time, honey! Kata Vina sambil mencium pipiku.
“Terus terang aku sudah menunggu hal ini sejak lama tetapi kamu tidak pernah
punya keberanian untuk memulai. Aku memang sengaja kok, membuat kamu
mabok semalam!” katanya sambil mengerling.
“What!, jadi.... Aku memang menyukaimu, Vin! Tetapi aku takut sebab aku
dengar kamu punya cowok dan banyak cowok yang mengejar-ngejar kamu. Aku
tidak tahu kalau kamu juga suka cewek. “Apa kamu sebelumnya pernah ML
dengan cewek lain?”tanyaku.
“Sering” Jawabnya sambil bangun dari tempat tidur.
“Jean.., aku mandi dulu ya!” “Kita lanjutkan ngobrolnya nanti”.Katanya
sambil mencium
pipiku.
Aku memandangi tubuhnya yang seksi tanpa pakaian berjalan
menuju kamar mandi. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang, semuanya
bercampur jadi satu, antara bingung dan senang.
Apakah berarati aku sekarang jadian dengan Vina? “Don’t be so rush, my dear!” Kataku
dalam hati tapi aku tahu kalau
aku bahagia sekali.
Aku
sengaja menunggu dia selesai mandi, aku membawakan handuk dan menyelimutkan ke
tubuhnya. Aku mencium dengan lembut, aku ingin melakukannya dengan keadaan
sadar dan menikmati setiap jengkal tubuhnya. Aku mengulum putingnya, meraba
semua bagian tubuhnya. Betapa aku
merindukan dan menginginkan dia sejak lama. Kami bercinta tiada henti seperti
pasangan yang sudah puluhan tahun tidak pernah bertemu. Beda sekali bercinta antara Moira dengan Vina.
Moira begitu lembut dan lambat sedangkan Vina begitu semangat, liar dan tiada
henti. Sampai akhirnya kami berdua tertidur karena kelelahan. Aku terbangun
karena merasa sangat lapar. Kulihat sudah jam tiga sore, aku melepaskan peluk
Vina.
“Mau kemana?Tanyanya sambil menarik tubuhku lagi
dan menciumi leherku. “Hei, kita harus
makan”Jawabku sambil menciumi matanya.
“Kita
bisa lanjutkan lagi nanti”Kataku sambil tersenyum.
***
Sidney, Agustus 2010
Hari ini aku memutuskan berjalan-jalan di sekitar oxford
road untuk terakhir kalinya, sebab hari minggu aku harus sudah kembali ke Indo.
Tak terasa sudah lima tahun aku tinggal dan kuliah di sini. Setelah lulus
kuliah, aku memang bekerja di sini selama satu tahun di sebuah biro iklan. Aku
pulang ke Indo karena ada tawaran yang menarik dari seorang teman di Surabaya
yang kebetulan memiliki biro iklan di sana.
Aku memasuki gay bar, dan memilih duduk di depan
bartender. Bartender menanyakan mau minum apa. Aku meminta segalas bir dan
chips. Aku melihat sekeliling, hari ini ramai karena hari jumat. Disebelahku
duduk seorang cewek yang sedang ngobrol dengan seorang cowok. Aku menikmati bir
dan irama musik yang sedang diputar.
“Hi”, cewek disebelahku menyapa.
Ternyata dia cantik, rambutnya pendek, wajahnya perpaduan bule dan
latin.
“Pretty cool, outside!” Katanya.
“Yeah!” jawabku.
Lalu kami mengobrol ringan, temannya yang cowok sudah
meninggalkan dia. Lalu dia mengenalkan dirinya
“Moira!” Katanya
“Jean!” Jawabku.
Dalam waktu singkat kami asyik ngobrol. Ternyata dia ada
keturunan Italia dari ibunya, sedangkan ayahnya orang Inggris. Dia pindah ke Sidney
sejak highschool, karena ayahnya
membuka usaha di Sidney. Sekarang orangtuanya tinggal di London. Dia sendirian
di sini menjalankan usaha orang tuanya. Dia menawariku untuk keluar dari bar
dan jalan-jalan sekitar Opera house. Kulihat waktu masih pukul 19.45 dan aku
menyetujui ajakannya.
Kami meninggalkan bar setelah membayar minuman. Kami
berjalan keluar, aku baru menyadari kalau tubuh Moira sangat atheletis. Dia mengenakan
celana jeans warna biru, kaos putih dan blaser warna putih. Kelihatan keren
sekali. Tanpa sadar aku melihat diriku sendiri. Aku juga mengenakan celana
jeans hitam, sweeter
biru dan menggunakan syal.
Apakah penampilanku sudah oke. Selintas kulihat bayanganku di kaca, cantik dan
tidak memalukan berjalan di samping dia.
Kami
berjalan menuju mobilnya, Cherokee warna hitam dan terlihat kalau terawat dengan baik.
Dia membukakan pintu untukku, wah so
gentle. Kataku dalam hati. Dia menyetir dengan sangat baik dan terampil.
Aku suka sekali melihat cara dia menyetir. Entah kenapa aku merasa nyaman
berdekatan dengan dia. Mungkin karena dia sopan dan terlihat sangat matang.
Tutur katanya berbobot dan menunjukan kalau wawasannya luas.
Sepanjang jalan kami mengobrol banyak hal. Dia mengatakan
kalau suka sekali liburan ke Bali, tapi dia belum pernah ke Surabaya dan
tertarik untuk ke sana bila ada waktu. Tanpa terasa kami telah sampai di tempat
parkir Opera House, setelah memarkir kami turun dan berjalan di sepanjang jalan
sekitar Opera House. Angin bertiup sangat dingin, melihat aku kedinginan, dia
memegang tanganku dan mengajak duduk di cafe bawah sambil memandang ke arah
laut dan bridge, dia memesan red wine dan spagheti untuk kita berdua.
“Kenapa, kamu harus kembali ke Indonesia?” Tanyanya
“Bukankah kamu sudah mempunyai pekerjaan
disini?”lanjutnya kembali.
“Disini aku cuma pegawai biasa, tetapi di Indonesia aku menjadi Art
Director, dan aku ingin berkarya di negeriku sendiri!” Jawabku.
“Wah, aku salut kamu mempunyai pikiran seperti itu. Sebab kebanyakan
anak Indonesia malas pulang kalau sudah lulus, mereka tidak akan pulang kalau keluarganya
tidak memaksa mereka pulang!” katanya.
Aku cuma tersenyum dan menyadari apa yang dikatakan Moira
benar.
“Hei, bagaimana kalau malam ini kamu ketempatku?
Aku agak terkejut dengan tawarannya.
Dia melihat keraguan pada wajahku.
“Kenapa, kamu takut denganku?”
“No..no.. I just thinking and try to remember about my preparation”
Jawabku cepat-cepat.
Aku mencoba mengingat persiapan untuk pulang. Semua
barangku sudah aku packing dan sudah terkirim beberapa hari yang lalu. Yang
lain juga sudah masuk tas. Sebetulnya aku sudah selesai dan siap untuk pulang.
Dan rencanaku besok ingin climb the
bridge. Sebab lima tahun disini aku belum pernah mendaki jembatan Sydney,
jadi rencanaku sebelum pulang aku ingin menaiki jembatan Sydney.
“Apa rencanamu besok? tanya Moira.
“Nothing, aku cuma ingin memanjat jembatan itu” kataku sambil
menunjuk jembatan Sydney.
“Apakah enak naik jembatan itu sendirian,
biasanya mereka yang naik jembatan itu dengan pasangannya atau dengan
keluarganya, banyak orang yang melamar kekasihnya diatas sana,
jadi kalau ditolak bisa langsung terjun ke bawah” katanya
sambil tertawa.
“Bagaimana kalau aku menemani kamu naik ke atas sambil melihat sunset”katanya
lagi.
“Benarkah, wah aku tidak menyangka kalau
kamu sebaik itu menemani aku naik ke atas”kataku dengan senang.
Akhirnya aku memutuskan ikut dia pulang ke apartemennya.
Dia menolak ketika aku akan membayar makan malam kita dan memaksa untuk
membayar, katanya sebagai kenang-kenangan sebelum aku pulang. Kami mengambil
mobil dan menuju apartementnya. Ternyata apartemennya dekat dengan Opera House
di depan Botanical Garden. Apartemennya terletak di lantai 15, semua berwarna putih bersih.
“Kamu mau minum sesuatu?
“Just water, please. Thank you!” Kataku sambil melihat-lihat foto-foto yang dipasang
di dinding.
Semuanya foto pemandangan dan terlihat bahwa yang
mengambil gambar memiliki kemampuan fotografi dan nilai seni.
“Apakah semua ini hasil karyamu?” tanyaku
“Yap, aku memang gemar fotografi sejak kecil”katanya
sambil memberikan segelas air putih.
Lalu dia membuka gorden dan pintu yang menuju balkon. Di luar
kelihatan pemandangan Sydney yang indah. Di balkon terdapat dua buah kursi dan
teropong bintang. Kulihat dia sedang melihat bintang dengan teropongnya.
“Kemarilah lihat ini, indah sekali”
sambil menggeserkan badannya agar aku bisa melihat.
“Wah, indah sekali!" seruku.
Ketika aku memalingkan wajah ku dia sudah berada sangat
dekat, entah siapa yang memulai, tiba-tiba kami telah berciuman. Ciumannya
begitu lembut dan hangat. Kami berciuman cukup lama di balkon, udara dinginpun
tak terasa karena hangatnya ciuman.
Sampai akhirnya dia mengajakku masuk ke kamar. Terus
terang aku tidak pernah melakukan hubungan sex apalagi one night stand meskipun sudah lama di sini. Tetapi malam ini
aku sangat ingin melakukannya. Dan aku merasa Moira orang yang tepat untuk
diajak melakukannya. Secara fisik dia sangat oke, educated, mapan meskipun aku tidak berniat menjalin hubungan yang
tetap. Setidaknya dia orang baik-baik, I
guest. Aku masuk ke ruang tidurnya yang bernuansa kayu, terlihat rapi dan
bersih, tempat tidurnya ukuran queen size, spreinya dari sutera
berwarna putih.
“Kamu, ingin ganti pakaian atau tanpa
pakaian?”tanyanya sambil tersenyum menggoda, dan memelukku menciumi
leherku.
“Moira, maaf, aku ingin memberitahumu sesuatu” kataku
“What?, katanya sambil menghentikan
ciumannya. “Apakah, kamu mau mengatakan
kalau kamu mengidap HIV?”
“No..no.. aku cuma mau mengatakan kalau aku belum pernah berhubungan sex”
jawabku dengan perasaan malu. Aku tidak tahu apa warna wajahku saat ini.
Kulihat Moira
tersenyum, dan tangannya mengelus rambutku dengan lembut.
“Don’t worry honey, don’t be affraid, I’ll be gentle with you”,
tetapi apakah kamu memang mau melakukan denganku” tanyanya sambil menatap
mataku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku, jantungku berdegup
kencang sekali, antara keinginan yang kuat dan perasaan takut. Aku hanya pasrah
ketika dia melepasi pakaianku dan underwear-ku.
Dia menciumiku dengan lembut dan dan melakukannya
dengan perlahan-lahan.
Aku begitu menikmati setiap sentuhannya, dapat kurasakan remasan
tangannya yang lembut di payudaraku. Lalu dia mengulum putingku dengan begitu
lembut dan memainkannya dengan lidahnya. Tubuhku serasa melayang, kepalaku jadi
ringan, kakiku jadi mengejang, sensasi ini begitu luar biasa, apalagi ketika
tanganya mulai menyentuh vaginaku. Aku hanya bisa berkata “Oh, my God, kenapa aku dari dulu takut melakukannya”.
Kulalui malam dengan sempurna. Meskipun aku belum pernah
melakukan hubungan sex, tetapi aku adalah orang fast learner dan mempunyai instinc
gay yang sempurna. Itu kata Moira. Katanya ‘unbelieveable’, untuk seorang pemula. Aku memang tidak pernah
melakukan hubungan sex, tetapi aku sering membaca dan melihat film lesbian,
setidaknya aku mempunyai pengetahuan kataku.
Kami berdua tertidur pulas sambil berpelukan. Aku tidak
tahu Moira, bangun jam
berapa. Dia masuk ke kamar tidur sambil membawa sarapan.
“Morning, room service!” Katanya.
Terus terang aku jadi malu diperlakukan seromantis ini dan dilayani sarapan di atas
ranjang.
“Sorry, aku tidak tahu kalau kamu sudah bangun, maaf ya!” Kataku
“It’s allright, you are my guest!”
katanya.
Kulihat dipiring ada scramble, muffin, sosis dan segelas
orange juice, dan setangkai
bunga mawar merah.
“Sebaiknya aku mandi
dulu sebelum sarapan”, kataku sambil berusaha mencari- cari pakaianku.
“Baiklah aku tunggu di
meja makan, di kamar mandi ada handuk
bersih dan kamu bisa menggunakan pakainku di lemari”, katanya sambil membawa sarapan
keluar.
Setelah
sarapan kami mengobrol di ruang tengah dan entah siapa yang mulai, kami pun
bercinta lagi sampai siang hari. Aku jadi ragu apakah aku akan kuat menaiki
jembatan Sidney. Tapi Moira menepati janjinya mengajakku melihat matahari
terbenam dari atas Jembatan Sidney. Benar-benar pengalaman yang sulit
dilupakan. Kami foto bersama diatas jembatan dan menghabiskan waktu di seputar Opera house.
Moira
mengantarku pulang dan dia mengajak aku untuk menginap di apartemennya dan
berjanji mengantarku ke airpot. Aku membawa semua koperku ke apartemen Moira.
Kami menghabiskan malam dengan berkasih-kasihan bagaikan dua kekasih yang lama
terpisah. Begitulah kulalui hari terakhirku dengan Moira, meskipun ada sedikit penyesalan
kenapa aku ketemu dia di saat aku akan kembali ke Indonesia. Tetapi dia
berjanji akan menemuiku di Indonesia.
First day
in the office,
September 2010.
Pagi ini
aku bangun lebih awal. Ini hari pertamaku masuk kerja. Aku tidak ingin membuat kesan yang buruk dengan
datang terlambat meskipun Andy mengatakan aku boleh masuk kerja jama berapa
aja. Aku segera mandi dan menyiapkan sarapan. Kulihat masih banyak kotak yang
belum aku bereskan di ruang tamu. Aku baru sampai dari Sidney tiga hari yang lalu dan barang-barang ini baru tiba kemarin.
Aku masih belum sempat mengeluarkan barang-barang ini yang sebagian besar
adalah buku-buku.
Aku
sangat beruntung Andy memberiku fasilitas apartmen dan mobil buatku. Sebelum aku tiba dia
sudah menyuruh orang untuk menyiapkan semuanya. Bahkan di airport aku di jemput oleh calon
sekertarisku, Linda. Di cabang Surabaya ini aku akan bekerja dengan adik Andy,
Vina. Andy dulu mengepalai cabang Surabaya dan ayahnya yang memegang kendali di Pusat sedangkan
Vina yang baru lulus membantu ayahnya di Jakarta. Sekarang Andy yang memimpin
di kantor pusat dan
Vina yang memimpin di kantor cabang Surabaya. Aku sendiri belum pernah bertemu dengan Vina, tetapi aku
pernah melihat fotonya di apartmen Andy waktu di Sidney.
Aku
membereskan laptop Apple ku dan siap berangkat ke kantor. Aku melihat
penampilanku di kaca, Aku mengenakan blouse putih lengan panjang dan celana
abu-abu tua. Rambutku yang pendek kusisir dengan model acak-acakan, kuberi wax
agar terlihat fresh dan lips stick
tipis menambah kecantikan diriku. Semua temanku mengatakan kalau aku itu cute seperti Justine Weiber dan wajahku
terlihat lebih muda dari umurku. Aku berjalan dari apartmenku masuk ke
Tunjungan Plasa menuju office building.
Aku disambut oleh resepsionis dan dia mengantarku ke ruanganku dan kulihat sekertarisku berdiri menyambutku. Kuletakan
laptopku di meja dan memperhatikan sekeliling ruanganku. Ruangan kerjaku besar
sekali, ada meja meeting, ada ruang tamu, ada kamar mandi di dalam, coffe
maker, kulkas, dispanser, dan aku juga melihat TV LCD yang digantung sehingga
aku bisa melihat TV dari meja kerjaku. Aku juga senang sekali mendapatkan komputer Mac dengan layar yang
paling besar. Mewah sekali ruang kerjaku.
Tok..tok..
selamat pagi bu Jean, saya Arif, HRD disini,” katanya.
“Saya ingin
memperkenalkan ibu dengan staff disini dan anak buah Ibu. Bu Vina masih belum datang, biasanya jam sembilan
baru datang”, kata
pak Arif yang kelihatanya masih belum terlalu tua mungkin sekitar empat
puluhan.
Kami
berkeliling dari satu ruangan ke ruangan lain. Dan berakhir dengan ruang kerja
anak buahku. Aku segera mengajak anak buahku untuk briefing agar aku mengetahui proyek apa yang sedang
mereka kerjakan. Aku berusaha mempelajari pekerjaan yang sedang
dikerjakan. Ketika sedang mendengarkan penjelasan dari Sam salah satu anak buahku, tiba-tiba ada yang mengetok pintu. Tok..tok...
Aku mendongakkan kepalaku kulihat Linda, dia memberitahukan kalau Vina sudah datang dan dia sudah
memberitahu Vina kalau aku ingin ketemu.
“Baik,
saya akan segera kesana setelah selesai.
Aku
menyelesaikan meeting dengan anak buahku dan segera menuju ke ruangan Vina. Aku
mengetuk ruangan Vina dan kudengar suara dari dalam “Masuk!” Aku
segera masuk, kulihat Vina sedang berdiri sambil melihat kertas-kertas di mejanya.
Aku tertegun melihat kecantikan Vina, dia mengenakan setelan jas berwarna putih, rambutnya panjang,
badannya langsing dan semampai. Aku rasanya seperti melihat Shu Qi pemeran film
So Close. Tiba-tiba jantungku jadi berdebar-debar dan tubuhku terasa panas.
“Hi,
Jean! Katanya mendekat sambil mengulurkan tangan dan tersenyum.
“Vina, selamat datang! Bagaimana dengan apartemennya? Suka? tanyanya.
“Iya, suka kok! kataku.
Aku
masih terpesona dengan Vina. Lalu kami duduk di meja meeting di ruangan Vina.
“Kamu mau aku
menjelaskan kondisi perusahaan kita atau kamu perlu tarik nafas dan adapatasi
dulu? tanya Vina.
“Aku
sudah siap bekerja kok! jawabku.
“Good, mari kita mulai
saja! Kata dan dia mengeluarkan berkas-berkas klien dari lemari file.
Aku
berusaha untuk fokus dan konsentrasi dengan penjelasan Vina. Belum pernah aku
merasakan gangguan konsentrasi yang begitu kuat bila berdekatan dengan
perempuan. Pernah aku menyukai dosenku di Sidney dan sering salah tingkah bila
didekatnya. Tapi perasaan itu tidak sekuat sekarang. Aku dapat mencium harum
parfum Vina bahkan aku dapat mencium aroma shampo dirambutnya, ingin sekali aku
membelainya. Aku bisa betah nih berlama-lama di dekat dia kataku dalam hati.
Aku suka sekali mendengarkan penjelasannya, terlihat sekali betapa Vina smart dan
menguasai pekerjaannya.
“Aduh sebaiknya kita
berhenti dulu deh! kata Vina tiba-tiba. “Aku sudah lapar nih, tadi pagi aku nggak sempat sarapan. Gimana
kalau kita makan di TP aja biar enak” ajaknya.
Kulihat
jam memang sudah menunjukkan pukul 12.30.
“Ok,
aku ambil dompet dulu deh! kataku
sambil bangkit dari kursi dan membantu
Vina
membereskan berkas-berkas terlebih dahulu.
Setelah
beres, aku segera keruanganku mengambil dompet dan iPhone ku dan kamipun keluar
ruangan menuju lift. Kulihat bayangan Vina yang begitu cantik, dia sedang sibuk
dengan BB nya.
“Kamu mau makan apa?” Tanya Vina
“Terserah
apa aja? Jawabku
“Ya, siapa tahu kamu
pengen makan sesuatu, kan lama nggak makan masakan Indonesia” jawabnya.
Pintu
liftpun terbuka,
kulihat sudah ada tiga orang didalam lift kami masuk didalam lift menuju lantai
satu. Pintu lift terbuka di lantai lima dan segerombolan pria masuk. Aku reflek
menarik Vina dan berusaha melindunginya dari himpitan orang-orang. Aku sendiri
tidak tahu bagaimana aku bisa bereaksi seperti itu, tapi yang aku tahu rasanya aku sayang sekali
sama dia dan ingin menjaganya. Kami berdiri sangat dekat sekali, aku dapat
merasakan tubuhnya dan dia memelukku.
Kami menuju
foodcourt TP, aku tidak tahu sejak
kapan Vina menggandeng tanganku. Aku membiarkan dia menggandeng tanganku. Kami
memilih restaurant chinese food.. Kami ngobrol banyak hal
sambil makan siang. Vina teman yang menyenangkan untuk diajak ngobrol dan
dengan cepat sekali kami menjadi akrab. Mungkin karena dia seorang marketing
sehingga tidak pernah kehabisan bahan untuk ngobrol. Ceritanya selalu seru dan
menarik, dia dapat bercerita joke-joke
yang lucu. Baru aku tahu kalau Vina adalah puteri tunggal dan terakhir dari
empat bersaudara yang semuanya lak-laki. Orang tuanya tinggal di Jakarta
bersama kakaknya yang paling sulung. Dia sendirian tinggal di
Surabaya dan orang tuanya sudah meminta dia untuk tinggal di Jakarta.
“Dari
tadi kok aku terus sih yang cerita! Kamu cerita dong, tentang diri kamu atau
pacar kamu yg kirim bunga itu” katanya.
“Dia,
teman baikku”
jawabku.
Aku
tidak mau ambil resiko dengan menceritakan hubunganku dengan Moira. Aku nggak
tahu pikiran Vina tentang hubungan sejenis. Apakah dia orang yang bisa menerima
atau nggak.
“Aku anak tunggal,
orang tua angkatku ada di Malang” jawabku memberi penjelasan singkat. “Sudah yuk, kita balik” ajakku untuk mengakiri makan siang.
Sampai
di kantor, kami melanjutkan diskusi di meja meeting dalam ruanganku. Ketika
sedang asyik berdiskusi, terdengar HP ku berbunyi diatas mejaku.
“Bentar ya Vin!”kataku sambil berdiri dan berjalan
menuju mejaku. Kulihat nomor Sidney.
“Halo.
Hey, Great! Kudengar suara Moira dari seberang sana.
Moira
menanyakan makan siangku dan mengatakan kalau nanti malam tidak bisa skype
karena ada undangan makan malam. Setelah, selesai menelpon aku melanjutkan diskusi dengan Vina. Kulihat dia
memandangku dengan wajah menggoda dan ketika akan berkata-kata untuk menggoda,
aku sengaja menghentikan dengan bertanya mengenai salah satu klien.
Diskusi
kita terus berlanjut hingga larut malam, sampai makanpun kami harus memesan
dari McD. Aku ingin segera menguasai semua pekerjaanku dengan baik. Untunglah
ternyata Vina seorang work alcholic
juga sehingga tidak
keberatan harus pulang malam. Ternyata dia juga tinggal di apartemen yang sama
denganku di Sheraton sehingga kami tidak perlu kuatir pulang malam.
*******
Waktu
berjalan tanpa terasa, aku sudah empat bulan bekerja di perusahaan ini. Selain
bekerja dengan divisiku, aku sering bekerja bareng dengan Vina. Aku juga kadang
harus ikut Vina untuk menemui klien. Hubungan kami semakin lama semakin dekat
karena banyak hal yang sama yang kita sukai. Selain itu, kami berdua di level jabatan yang sama di
perusahaan ini. Sedangkan dengan Manager yang lain aku tidak terlalu dekat. Dan
karena kita berdua sama-sama single, kita sering keluar bareng untuk nonton
bioskop, beli buku, makan atau cari DVD bersama. Kecuali kalau dia harus melakukan perjalanan
luar kota atau lagi clubing dengan
klien.
Meskipun
kita sering keluar bareng, tapi kita tidak pernah membahas hal-hal pribadi, seperti pacar atau
yang lainnya. Mungkin karena kita berdua tidak terlalu usil atau cerewet
mengurusi urusan orang. Aku tahu kalau dia paling sebel jika ditanya orang mengenai perkawinan.
“Apa memang tugas
perempuan hanya menikah dan beranak?” katanya waktu itu. “Kita khan berhak
menentukan nasib kita sendiri, emang ini jamannya siti nurbaya” tambahnya.
Dia
memang tipe perempuan yang mandiri, tidak suka dikekang dan dia menyukai kebebasan dan
berpetualang. Begitu pula dengan hubungan, dia masih ingin bebas
tanpa harus terikat dengan seseorang.
Aku
tidak pernah tahu apakah Vina seorang lesbian atau bukan, dan aku tidak cukup
punya keberanian untuk bertanya atau membahas hal tersebut dengannya. Aku
sering mendengar kalau Vina banyak yang naksir. Bahkan terkadang aku melihat dia pergi dengan
cowok dan kelihatan akrab sekali. Meskipun kami sering pergi bersama atau
nonoton bareng dan kadang dia memegang tanganku bila sedang nonton, tapi aku tidak berani menyimpulkan
apapun. Aku menganggap itu adalah hal yang biasa karena kita sama-sama
perempuan. Meskipun aku harus mengatur nafasku bila dia terlalu dekat denganku
dan kadang aku ingin sekali merasakan mencium bibirnya yang sensual. Tapi aku
mencoba untuk menahan diri dan tidak melakukan sesuatu yang nantinya akan
memalukan diriku atau menghancurkan karirku sendiri. Aku masih baru di sini dan
aku belum ingin pindah ke perusahaan lain.
Aku
tidak tahu apakah ini hanya perasaanku saja atau memang begitulah adanya. Aku
sering merasa kalau Vina sering kali menggodaku. Kadang bila dia bertanya
sesuatu di depan mejaku sepertinya sengaja memperlihatkan belahan payudaranya
atau kadang bila disampingku dan menjelaskan sesuatu, sengaja menempelkan
payudaranya ke tubuhku dan itu sering membuatku jadi salah tingkah. Terus
terang, bila berada di dekat Vina aku jadi sering melupakan Moira dan itu
membuatku merasa bersalah. Meskipun diantara aku dan Moira tidak ada ikatan
apa-apa tapi setidaknya Moira selalu menceritakan kegiatannya padaku bahkan
ketika ada seorang cewek yang berusaha mendekatinyapun dia menceritakan padaku.
Dan dia mengatakan kalau selama ini tidak pernah berhubungan dengan perempuan
lain karena dia masih terus teringat denganku.
Tok-tok..”Jean,
lusa kita ke Jakarta! kata Vina sambil masuk ruangan.
“Ada
acara apa?” tanyaku sambil tetap menatap komputerku.
“Ada, klien kakap yang
ingin ketemu dengan art directornya” jawab Vina sambil mendekati aku melihat apa yang aku kerjakan.
Seperti
biasa dia berdiri disamping kursiku dan menunduk melihat komputerku sambil
menempelkan dadanya kepunggungku. Aku dapat mencium harum parfum Chanel yang digunakan. Ingin rasanya
aku menoleh membalikkan
wajahku dan menciumi
payudaranya.
“Oke, berangkat jam berapa dan apa yang harus aku siapkan?” tanyaku sambil
tetap pura-pura konsentrasi menatap komputerku.
“Mereka ingin
contoh-contoh, apa kita pernah membuat 3D dan aku tahu kamu pernah membuatnya” jawabnya.
“Kita berangkat jam sepuluh
ya, mereka minta ketemu jam dua, oya kita akan menginap dua malam hari Minggu sore kita pulang” katanya sambil meninggalkan
ruanganku.
Belum
sempat aku bertanya karena harus mengatur perasaanku, dia sudah meninggalkan
ruanganku. Aku melanjutkan pekerjaan dan mencatat permintaan Vina untuk
contoh-contoh iklan 3D.
***
Jam
delapan kami berangkat dari apartemen diantar sopir kantor. Aku lihat dia menggunakan blouse sutera putih
dan celana panjang biru tua dan sepatu high heel. Aku sendiri mengenakan blaser, kaos putih dan
celana panjang abu-abu tua. Sesampai di airport kita langsung check in dan menunggu di lounge. Perjalanan lancar dan sesampai
di Jakarta kita di jemput
sopir dari kantor pusat dan langsung menuju kantor klien kami yang terletak di jalan Sudirman. Semuanya berjalan
lancar dan klien kami setuju menggunakan jasa kami untuk membuat iklan TV
dengan 3D.
Sesampai
di dalam mobil, Vina langsung mencium pipiku dan mengatakan
“Selamat ya, aku
senang sekali kita berhasil mendapatkan klien kakap!” Aku
senang sekali dengan presentasimu, nggak salah aku mengajakmu ke sini, Andy pasti senang kalau tahu hal ini” katanya sambil kegirangan.
Akupun
merasa senang dan puas dengan hasil yang kita capai tadi. Tidak sia-sia aku
selama dua hari menyiapkan hal ini dan mencari informasi tentang perusahan
tersebut. Kulihat Vina langsung BBM Andy melaporkan hal ini.
“Hei,
Andy bilang well done” kata Vina sambil tetap menatap BBMnya.
“Thank
you? jawabku.
“Kita
ke Menara Peninsula ya pak Min” kata Vina kepada sopir kami.
Kami
telah sampai di hotel Menara Peninsula dan disambut penjaga pintu.
“Kamu
tidak keberatan kalau kita satu kamar kan? tanya Vina kepadaku.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. Vina
langsung mengurus kamar kami.
Ketika
sampai di kamar kulihat hanya ada satu bed dan Vina melihat ekspresiku.
“Tadi yang single bed
tidak ada, sudah penuh semua, yang ada di smoking room, Apa kamu mau ganti
kamar? tanyanya.
“Nggak
apa-apa kok” jawabku sambil menaruh tasku.
Kulihat Vina
mulai mengeluarkan barang-barangnya dan alat make-up nya
ditaruh di kamar mandi.
“Kamu mau mandi dulu
atau nanti setelah makan malam? tanya Vina dari dalam kamar mandi. Kita
makan malam di Mall Angrek aja, biar nggak kejauhan ya” katanya lagi.
Kulihat
jam ditanganku menunjukkan
pukul 17.30 dan perjalanan ke Mall Taman Anggrek di hari Jumat pasti
membutuhkan waktu.
“Ntar aja deh! jawabku
sambil mengeluarkan barang-barangku. “Aku
mau ganti pakaian aja!" lanjutku
sambil mengeluarkan celana jeansku
dan T-shirt. “Kita langsung berangkat kan?” tanyanya .
“Oke, aku ganti pakaian dulu” kataku sambil masuk ke kamar mandi.
Kulihat pak Min sudah menunggu di depan lobby
ketika kami turun dan langsung menghampiri kami.
“Kita ke Mall Taman
Anggrek ya Pak, nanti nggak usah ditunggu, kita pulang naik
taksi aja” Vina
memberikan instruksi kepada Pak Min.
“Baik
Bu” jawab pak Min singkat.
Kulihat
jalanan sudah macet. Untuk masuk ke lobby mall pun harus antri. Sampai di Mall
kita langsung menuju tempat makan. Vina mengajak makan steamboat.
“Bagaimana
kalau kita ke clubing malam ini? tanya Vina.
“Terus
terang, aku agak malas” jawabku.
“Oke, kita ke supermarket dulu aja beli minuman dan makanan kecil” kata Vina.
Aku hanya
mengangguk sambil melanjutkan makan. Entah kenapa kalau di dekat Vina aku lebih
sering diam dan menikmati kebersamaan kami. Selesai makan kami langsung ke
supermarket membeli beberapa minuman dan snack. Setelah berbelanja kamipun kembali ke hotel.
Sesampai
di kamar hotel, Vina langsung mandi. Kulihat dia keluar hanya mengenakan handuk
dan mengambil pakaiannya di lemari. Aku pura-pura tidak melihat dan tetap
menonton TV. Dia melepaskan handuknya dan menggunakan baju tidur yang tipis
sehingga sekilas aku dapat melihat celana dalamnya dan aku juga dapat melihat putingnya. “Apakah aku bisa tidur malam ini?” tanyaku dalam
hati. Aku segera mengambil pakaian dan mandi untuk mendinginkan kepalaku. Aku
berusaha menenangkan diriku. “Ingat, Jean!
Dia rekan kerjamu, dia saudara Andy! Jangan melakukan sesuatu yang bodoh!”
aku berusaha tetap sadar dan
memperingatkan diriku
sendiri. Selesai mandi, aku mengenakan kaos dan celana panjang kaos untuk
tidur.
Keluar
kamar mandi aku lihat Vina duduk di kursi sambil menonton film Mr. Bean dan
memainkan BBM nya. Aku membuka sekaleng bir yang kami beli tadi.
“Mau
Vin? tanyaku menawari Vina.
“Boleh” jawabnya.
Kami
minum bir dan makan Lay bersama sambil nonton Mr. Bean.
“Besok,
kita mau kemana? tanyaku.
“Kita ke Plasa
Indonesia aja, aku pengen beli pakaian dan kita bisa lihat buku di Gramedia” jawab
Vina.
“Iya,
aku juga pengen beli pakaian” jawabku
“Kita berangkat jam
sebelas aja ya, jadi kita bisa makan siang disana! kata Vina.
“Ok.” jawabku.
Kami
terus menonton dan tertawa-tawa melihat kelucuan Mr. Bean.
“Bobok, yuk! ajak Vina setelah filmnya selesai.
Aku
pergi ke kamar mandi untuk gosok gigi. Kulihat bayanganku di cermin, “Behave, Jean!”
kataku dalam hati. Setelah
selesai, Vina pun ke kamar mandi
untuk menggosok gigi. Aku langsung masuk di bawah selimut. Kulihat Vina juga
selesai gosok gigi.
“Dingin,
banget ya! kata Vina sambil melihat AC di atas.
“Kecilin
aja! jawabku
“Ini sudah kecil,
soalnya dari central” katanya lagi sambil berjalan menuju ranjang. Dia memasukkan tubunya ke dalam
selimut.
“Coba rasakan kakiku
dingin kan” katanya sambil menyentuhkan kakinya di kakiku.
“Iya,
kamu mau pakai kaos kaki?” tanyaku
“Nggak
deh!” jawabnya sambil menarik selimutnya menutupi badannya.
Aku
memiringkan badanku membelakangi dirinya. Menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, aku takut tidak bisa mengontrol diri. Tiba-tiba Vina memelukku dari
belakang. Aku dapat merasakan tubuhnya di punggungku, jantungku berdebar
dengan kencang, semoga
dia tidak mendengar debar jantungku. Ingin sekali aku membalikan badanku,
membelai rambutnya, mencium keningnya, mencium matanya yang bening, mencium bibirnya yang
sensual. Tapi aku hanya diam saja, tidak berani melakukan apapun dan aku mulai
mendengar suara dengkur yang halus dan nafas yang teratur. Aku pun tertidur
setelah menenangkan diri.
***
Aku
terbangun mendengar Vina sedang bercakap-cakap dengan seseorang di HPnya.
Kulihat
sudah jam delapan.
“Morning,
kaget ya?” kata Vina.
“Nggak
kok” jawabku sambil berusaha berdiri
menuju kamar mandi.
Kulihat
Vina sudah fresh dan telah mandi. “Aku mandi dulu ya!” kataku. Selesai mandi kami lansung breakfast di restaurant. Restaurant sangat ramai ketika
kami sampai, dan petugas mencarikan tempat duduk buat kami. Kami duduk
berhadapan, aku memperhatikan Vina sedang makan dengan tenang. Dia kelihatan
cantik sekali, wajahnya yang putih dengan lipstik warna merah yang menambah
kecantikannya. Membuat semua pria selalu menoleh bila berpapasan dengannya. Entahlah,
akhir-akhir ini aku suka sekali memperhatikan dia dengan diam-diam. Apakah aku
mulai menyukainya? tanyaku dalam hati.
Selesai
sarapan kami kembali ke kamar dan menunggu waktu sambil ngobrol dan nonton film
di HBO. HP Vina berbunyi,
ternyata pak Min SMS memberitahu kalau sudah di lobby.
Kita pun langsung siap-siap dan turun ke lobby. Perjalanan cukup lancar karena Sabtu, jadi jalanan agak sepi. Plasa
Indonesia seperti biasa selalu kelihatan sepi karena besar. Kami berjalan berkeliling dari satu toko ke toko yang
lain, mulai Guest, Mark&Spancer, Mango, semua kita jelajahi. Vina memang
gemar shopping dan dia yang paling seru memilih pakaian bahkan dia memilihkan pakaian
buat aku. Tak terasa aku sudah menenteng empat kantong pakaian dan Vina sendiri
membawa enam kantong. Aku mengajak Vina untuk makan karena kakiku sudah capek
berjalan.
“Vin...!” Kudengar seseorang memanggil Vina ketika kita sampai di foodcourt. Kulihat seorang perempuan mendekat. Wajahnya
ganteng, menggunakan celana jeans, pakaian lengan panjang dan kulihat rokok Marlboro di sakunya.
“Kemana aja?” tanyanya sambil cipika-cipiki. “Kok nggak contact sih kalau ke Jakarta” katanya sambil tangannya masih memegang tangan Vina.
“Iya,
aku kan sedang tugas kesini, bukan lagi liburan” jawab Vina “Ee,
kenalin
nih temen kantor” kata Vina sambil mengenalkan aku.
Temen
kantor... kataku dalam
hati. Kenapa dia tidak
memperkenalkan aku sebagai sahabat atau teman baiknya. Jadi selama ini dia cuma menganggap aku teman kantor. Aku
mengulurkan tagan dengan malas “Jean!” aku memperkenalkan diri.
“Adhek” jawabnya dan dia kelihatan lebih tertarik
berbicara dengan Vina.
“Aku
kesana dulu ya! kataku
kepada Vina tanpa menunggu jawaban Vina.
Aku
berjalan menuju sebuah restoran betawi. Kenapa aku tiba-tiba jadi kesal dan
pengen marah, apakah karena aku merasa cuma dianggap teman biasa atau karena
merasa jealous dengan Adhek. Aku
duduk sambil membolak-balik menu yang disodorkan dengan mood yang kurang baik. Kulihat Vina mendekat dan duduk dihadapanku.
“Sudah pesan?” tanyanya.
“Belum” jawabku singkat. “Siapa tadi?” tanyaku smabil berusaha menekan suaraku agar
terdengar biasa.
“Oo..teman, lama nggak ketemu” jawabnya
singkat tanpa penjelasan lain.
Sebetulnya
aku masih ingin bertanya lebih lanjut tentang apa hubungan dia dangan Vina,
tetapi keburu waiters datang
menanyakan pesanan kami. Sebetulnya apa hak ku untuk marah sama Vina, aku kan
bukan siapa-siapanya dia. Kami melanjutkan shopping dan berakhir di Gramedia.
Kakiku rasanya mau copot, karena banyak jalan. Ketika kembali ke hotel rasanya
capek banget, tapi kulihat Vina biasa saja padahal dia pakai sepatu hak tinggi.
“Aduh, Vin... kakiku pegel banget” kataku sambil mencopot sepatuku.
“Mau
aku pijitin?” tanyanya sambil melepas pakaiannya.
“Wah, kalau kamu
tanyanya sambil melepas pakaian gitu, aku jadi seperti di panti pijat deh!”
kataku
“Hahahaha, emang kamu berani bayar berapa?” tanyanya sambil tertawa ngakak.“Aku mandi dulu ya!” katanya dan menghilang ke dalam kamar
mandi.
Akupun
melepas pakaianku dan menunggu Vina selesai mandi sambil menonton HBO. Badanku
rasanya lebih baik setelah mandi. Kulihat Vina di depan laptop sedang mengecek
emailnya.
“Vin,
aku bobok dulu ya, capek aku” kataku sambil masuk ke dalam selimut.
“Kamu baik-baik?” tanyanya kuatir.
“Baik
kok, cuma butuh istirahat
aja, sudah lama nggak pernah jalan jauh!”
kataku.
“Ok, goodnight, kamu
nggak terganggu kan kalau aku bekerja sebentar!”tanyanya.
“Nggak
kok, goodnight!” kataku.
Aku
terkejut melihat Vina disampingku dan tanganku berada dipinggangnya. Perlahan-lahan kutarik tanganku dari
pinggangnya, aku berharap
tidak membangunkan Vina. Tidurku lelap sekali dan aku tidak tahu jam berapa Vina tidur semalam.
Aku juga tidak tahu bagaimana aku bisa memeluk Vina, semoga aku tidak melakukan
sesuatu semalam. Aku langsung masuk ke kamar mandi, meyegarkan diriku. Selesai
mandi aku berkemas-kemas karena hari ini kita akan pulang ke Surabaya.
“Morning” kudengar
Vina menyapaku sambil mengeliat.
“Morning!
Kita pulang hari ini kan?” tanyaku.
“Iya,
jam satu, sekarang jam berapa?”
tanyanya.
“Baru jam sembilan
kok, kamu mau mandi dulu baru sarapan atau sarapan dulu baru mandi?” tanyaku.
“Mandi
dulu dong, nanti kan aku nggak kelihatan keren di restaurant” katanya sambil
bangun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi.
bangun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi.
Selesai
sarapan kami balik ke kamar dan membereskan barang-barang bawaan, untung aku
bawa koper sehingga barang-barang hasil shoping bisa disimpan dalam koper. Kami
langsung turun begitu selesai packing.
Vina langsung menuju meja resepsionis untuk mengurus pembayaran. Kami langsung naik taksi menuju airport. Meja check in di airport tidak
terlalu banyak antrian. Kami menunggu di lounge
tidak terlalu lama. Semua berjalan sesuai jadwal dan kamipun tiba di apartemen kami dengan selamat. Vina
mengajakku untuk keluar makan tapi aku ingin menyelesaikan pekerjaanku, sebab
ini sudah mau Natal,
ada iklan yang harus tayang di hari Natal.
***
Beberapa
hari ini aku sibuk sekali, pulang sampai jam dua malam, kadang aku sampai nggak
ingat makan. Untung, Vina selalu menemani aku. Dia selalu membawakan makanan
buat aku, kadang dia ikut tinggal dikantor hingga larut malam atau kadang dia
mengantar makanan di larut malam kalau aku lembur di rumah, kadang dia sampai
tertidur nunggui aku di apartemenku. Aku senang sekali kalau dia menemani aku, setidaknya aku ada
hiburan kalau capek bekerja. Dia juga memberikan komentar dari semua
karya-karyaku. Untunglah semua dapat selesai sesuai schedule dan hasilnya memuaskan klien.
Tahun
baru kurang dua hari dan aku merasa lega karena aku bisa menyelesaikan deadline dengan baik. Sekarang aku bisa
bernafas dengan lega dan sedikit bersantai. Aku baru sadar kalau betapa
perhatiannya Vina selama beberapa hari ini. Apakah ini berarti dia mencintaiku
atau aku yang mulai jatuh cinta dengan dirinya. Aku mulai menyukai
perhatian-perhatiannya dan selalu merindukannya bila dia tidak ada disekitarku.
Dia sering menginap di apartemenku dan selalu menyiapkan semua kebutuhanku. Seringkali bila tidur
bersama aku ingin memeluknya, membelainya atau menciuminya. Tetapi selalu saja
aku tidak punya keberanian untuk itu. Aku selalu berharap dia memulai untuk
mencium aku. Tapi harapanku selalu sia-sia.
“Jean, aku cuma mau
mengingatkan kalau besok kita ada pesta New Year di Sheraton.” kata Vina entah kapan datangnya, tiba-tiba dia sudah di dalam ruangan
dan mengkagetkan aku.
“Oya,
mulai jam berapa?” tanyaku.
“Ya, kamu bisa datang jam delapan, kan
ada makan malamnya” jawabnya
sambil duduk di
depan meja
kerjaku.
“Ok,
deh, aku mau pergi dulu!” katanya sambil bangkit.
“Mau
kemana?” tanyaku.
“Ada temanku datang
dari Amerika, mereka mau ke Bali” jawabnya.
“Siapa? Mantan pacar
ya?” tanyaku entah darimana datangnya tiba-tiba aku merasa
cemburu.
Perasaan
yang sama yang aku rasakan saat ketemu dengan Adhek di Jakarta waktu itu.
“Emangnya kalau iya
kenapa?” tanyanya
menantang sambil menunggu jawabanku. Dan tiba-tiba aku kehilangan kata-kata atas pernyataanku sendiri. “Nggak” jawabku buru-buru dan selintas kulihat wajahnya kecewa dengan jawabanku.
Apakah
dia ingin aku cemburu? Atau apa? Kulihat Vina meninggalkan ruanganku, ingin
sekali aku mengejarnya, menarik tangannya, menciumnya dan mengatakan kalau aku
jatuh cinta dengannya.
***
2 Januari 2011
Bangun
pagi dengan perasaan yang luar biasa bahagia, ketika melihat Vina tidur disampingku hanya
mengenakan celana dalam. Kupandangi wajah Vina yang cantik meskipun tanpa make-up, kubelai rambutnya dan kucium
dengan lembut wajahnya. Itu membuatnya terbangun dan menggeliat
“Morning”, katanya sambil memeluk aku.
“Kok
sudah bangun sih!” katanya.
Aku
hanya tersenyum dan kembali memeluknya, rasanya bahagia sekali berpelukan
seperti ini. Tiba-tiba aku merasa takut kehilangan Vina dan ingin memilikinya menjadi teman hidupku.
Aku ingat Vina pernah mengatakan kalau dia tidak ingin terikat pada sebuah
hubungan, berarti
apakah kita akan menjalani open
relationship. Aku tidak ingin buru-buru dan membuat dia takut dan menjauh
dariku. Mungkin sebaiknya aku jalani saja lebih dulu dan menikmati apa yang ada
daripada mencemaskan sesuatu yang tidak jelas.
Ini
adalah awal tahun yang paling indah buatku. Rasanya aku seperti dapat hadiah tahun baru yang
paling menyenangkan seumur hidupku. Aku harap ini sebagai awal yang baik dan Vina mau menjadi teman hidupku. Aku
memang belum pernah menjalani sebuah hubungan dengan seseorang dan aku ingin
memulai sebuah hubungan dengan serius. Aku tidak ingin berganti-ganti pasangan
karena aku bukan tipe orang yang gampang memulai pembicaraan atau mendekati
cewek. Aku selalu takut untuk ditolak dan aku juga tidak pandai melihat apakah
cewek itu lesbian atau bukan. Meskipun aku lama kuliah di Sidney, tapi aku tidak pernah tertarik
dengan cewek bule. Dengan
Moira karena dia berwajah latin dan berambut hitam. Tiba-tiba aku teringat
dengan Moira.
Sudah
dua bulan ini aku tidak pernah chat
dengan Moira, karena banyaknya pekerjaan yang membuatku harus lembur hingga
larut malam dan tidak
memungkinkan buatku untuk chat dengan dia. Tetapi Moira masih rajin mengirim email buatku dan sekarang dia sedang berada di London untuk merayakan
Natal dan tahun baru bersama keluarganya. Apakah aku harus menceritakan
hubunganku dengan Vina ke Moira? Bukankah aku dan Moira tidak ada ikatan apapun?
Kami hanya bercinta dua malam
sebelum aku pulang. Memang kita tetap berkomunikasi satu sama lain dan dia
selalu menceritakan semua kegiatannya. Aku juga tahu dia tidak pernah
berhubungan dengan cewek lain setelah terakhir kita berpisah. Kita berdua
berjanji bila salah satu dari kita menjalin hubungan dengan perempuan lain
harus memberitahu. Mungkin aku harus menceritakan hal ini ke Moira, sebaiknya
aku memberitahu setelah dia pulang dari London.
“Hei,
sudah bangun dari tadi?” tanya Vina sambil mencium leherku.
Aku
membalas mencium keningnya dengan perasaan bahagia yang tak terkira.
“Masih
mau bobok atau mau yang lainnya?” tanyaku dan melanjutkan menciumi
wajahnya.
“Mau,
tapi aku capek!” katanya manja.
“Ha..ha.ha, aku kira kamu super women!”
jawabku.
“Mandi,
aja yuk!” ajakku.
“Yuk!” jawabnya dengan semangat dan langsung bangun.
Dia
menarik tanganku masuk ke kamar mandi. Rasanya nikmat sekali mandi bersama,
kami saling menggosokan sabun cair di bawah shower. Dapat
kurasakan betapa lembut tubuhnya, kami berpelukan, berciuman dan kami pun
bercinta di dalam bath up. Sampai akhirnya
kami kelelahan dan berendam sambil berpelukan di dalam air hangat. Aku sungguh
bahagia, rasanya aku ingin tersenyum terus karena bahagia.
Tak terasa
hampir jam sebelas, dan perutku sudah keroncongan. Kami pun menyudahi berendam
dan memutuskan untuk makan. Aku menuju ruang makan, kulihat di lemari es ku
hanya ada telor, susu, jus dan cornflake
yang tinggal sedikit. Kubuka lemari hanya ada mie instant yang tinggal satu. Kulihat Vina
menyusulku di dapur.
“Rasanya kita harus
makan di luar karena nggak ada makanan yang cukup di sini” kataku.
“Ditempatku
juga nggak ada makanan!” kata Vina
“Kita
makan bubur ke TP aja deh! Pasti enak setelah kerja keras semalaman!” kataku
“Ih,
kamu!” jawab Vina.
Kamipun
ke TP untuk makan bubur. Kami berjalan bergandengan, rasanya aku nggak ingin
melepaskan tangannya dari genggamanku. Kami memasuki restaurant Ta Wan. Biasanya kita duduk berhadapan dan kini dia duduk disampingku dan tetap
menggenggam tanganku.
Pelayan
mendekati kami untuk menanyakan pesanan. Aku memilih bubur bitan dan Vina memilih
bubur ayam. Aku juga
memesan sapo tahu, satu sayur dan chinesse tea. Aku mencium tangannya dan berkata
“Aku senang lho, kamu membuatku mabuk.”
“Sebetulnya
aku berharap waktu kita menginap di Jakarta, kamu menggunakan
kesempatan itu. Padahal aku sudah berusaha menggoda kamu, tapi kamu cuek aja!” jawab
Vina.
kesempatan itu. Padahal aku sudah berusaha menggoda kamu, tapi kamu cuek aja!” jawab
Vina.
“Iya,
aku kan takut kalau kamu gampar!”
jawabku
“Masak sih, kamu nggak
bisa merasakan bagaimana aku selalu berusaha nempel ke kamu terus. Dari pertama lihat kamu, aku langsung tahu kalau kamu itu lesbian!”
jawab Vina.
“Masak sih! Kok bisa
tahu?” tanyaku
bloon. Aku memang agak bodoh dan nggak bisa melihat sinyal atau biasanya
dibilang nggak punya gaydar.
“Aduh
sayang, sejak kapan sih kamu jadi lesbian!” tanyanya gemas.
“Baru
kemarin!” jawabku santai.
“Hah!?” belum sempat Vina berkomentar
pelayan sudah datang membawa pesanan kami.
“It
was not your first time, right?”
tanyanya penasaran.
Aku
hanya tersenyum dan akhirmya aku menceritakan hubunganku dengan Moira.
“Dan
kamu pasti sangat berpengalaman kan!” tanyaku.
“Wait..you
want to know my love story?” tanyanya.
“Mmh..nggak usah deh!” jawabku “Pasti ceritanya lama dan panjang” lanjutku dan dia pun
ketawa mendengar jawabanku.
ketawa mendengar jawabanku.
“Aku sih beberapa kali
jalan dengan seseorang, tapi nggak ada sampai lama. Rata-rata mereka cuma suka sama fisikku aja, malah ada
yg suka sama uangku aja. Ya begitulah!” katanya dengan datar.
“Sudah, nggak usah
diingat-ingat hal yang tidak menyenangkan!” kataku sambil mencium tangannya.
Ada
perasaan ingin selalu melindungi, menjaga dan membahagiakannya. Dalam hati aku
berjanji untuk selalu membuatnya bahagia.
*******
31 Januari 2011
Sudah
hampir satu bulan aku menjalin hubungan dengan Vina. Semua berjalan lancar dan
menyenangkan. Belum pernah aku sebahagia kini, hidupku serasa sempurna. Semua
barang Vina sudah pindah ke apartemenku dan aku merasa senang sekali dia mau
pindah ke apartemenku.
“Jean, aku lusa mo ke
Jakarta! Andy mo ngajak ngomong!” katanya.
“Apa
dia tahu tentang kita?” tanyaku.
“Aku
nggak tahu, mungkin soalnya ketika dia cari aku khan selalu di tempatmu” jawabnya.
“Apa
dia akan melarang hubungan kita?”
tanyaku.
“Rasanya sih nggak, don’t worry too much
honey” jawabnya dengan tersenyum dan
mengangkat mangkok bekas serealku dan mencucinya.
Sejak
tinggal bersama Vina,
hidupku jadi berubah 180 derajat. Dulu aku yang terbiasa sendiri dan melakukan
apa-apa sendiri, kini aku melakukannya bersama Vina. Aku merasa senang sekali,
aku sekarang tidak merasa lonely dan
telah menemukan sayap sebelahku.
“Kamu
berapa hari di Jakarta?” tanyaku.
“Kamis
malam aku sudah balik kok” jawabnya.
“Aku
jemput ya!” kataku. Dia menantapku,
“Nggak
usah sayang, biar sopir kantor aja yang jemput!” katanya
“Nggak apa-apa, aku
aja yg jemput, nanti kalau perginya kan pagi, jadi biar sopir kantor aja yang ngantar” kataku.
“Aku tahu kamu baik,
Thank you ya sayang, tapi biar sopir aja ya yang jemput!”
katanya sambil mencium
aku.
Aku
memegang pinggangnya yang ramping dan mencium bibirnya. Kami selalu berangkat
dan pulang ke kantor bersama, kecuali kalau aku harus ke workshop dan pulang
larut. Itupun Vina selalu menelpon dan menunggu kedatanganku. Makan siangpun
kami selalu bersama, kemana aja kita selalu berdua. Kalau dia masih sibuk, aku
akan menunggu sambil mengerjakan pekerjaanku. Begitulah hari-hariku selama
sebulan terakhir ini.
Ketika
sampai di kantor kulihat ada Blackberry di mejaku, aku segera mengangkat telpon
dan memangil sekertarisku.
“Lin..!
Tolong masuk sebentar” pintaku
dan menuntup telpon.
“Iya
bu!” katanya sambil berjalan mendekat.
“Ini Blackberry siapa ya? Kok ada di meja
saya?” tanyaku.
“Itu
Bu, kemarin bu Vina
menyuruh saya beli untuk Ibu dan sudah saya charge, juga sudah
ada sim cardnya, jadi ibu bisa langsung pakai” jelasnya.
“Okay,
makasih ya Lin!” kataku.
Aku
segera membawa BB dan keluar menuju ruangan Vina.
“Pagi
Bu!” sapa Lily sekertaris Vina.
“Pagi,
Ibu di dalam kan?” kataku
sambil masuk ke ruangan Vina.
“Hei,
ini kok ada BB ya?” tanyaku sambil duduk dihadapannya.
Kulihat
dia tersenyum, senyum yang tidak bisa kutolak.
“Iya sayang, biar kita
gampang untuk komunikasi dan kita ada grup untuk perusahaan” jawabnya
dan sudah berdiri di sampingku, mengambil BB dari dalam kotaknya.
Dia
menunjukkan caranya melihat pin dan memasukan aku ke dalam grup perusahaan.
“Tapi, aku khan sudah
punya HP dan aku suka dengan iPhone ku” kataku.
“Iya, aku tahu. Aku
khan nggak nyuruh kamu buang HPmu!” jawabnya sambil mencium
pipiku.
Bagaimana
aku bisa menolak kalau dia sudah seperti itu.
“Ok,
berapa aku harus bayar?” tanyaku.
“Common, please deh!”
jawabnya. “Sudah, sekarang kamu bisa menggunakannya” katanya lagi.
“Thank
you ya!” jawabku sambil mencium pipinya.
“Youre
welcome, honey!” katanya tersenyum.
“Aku balik ke ruanganku dulu deh!” kataku sambil berdiri dan balik ke ruanganku.
Ketika
aku balik keruanganku, BB ku berbunyi dan kulihat Vina BBM ke aku
“Hope
you like it” pesan di BBM.
“Thank
you for giving a such privilege for me” balasku.
Aku
hanya bisa tersenyum mendapatkan BB baru yang sebetulnya aku nggak terlalu
menginginkan. Berhubung Vina yang memberikan bagaimana aku bisa menolaknya. Aku
melihat kalenderku, wah dua minggu lagi adalah Valentine dan ini mungkin saat
yang tepat kalau aku memberikan sesuatu yang berarti buat Vina, mengungkapkan
perasaanku yang sebenarnya buat dia. Aku tahu, aku akan beli cincin aja buat
kita berdua, aku akan melamarnya. Tiba-tiba aku merasa semangat dan senang
sekali. Besok khan Vina ke Jakarta, aku bisa ke TP membeli cincin yang tepat.
Aku membuka internet bankingku mencoba lihat kondisi keuanganku. Kulihat
tabunganku cukup untuk membeli cincin berlian. Aku tidak ingin membelikan
cincin yang biasa tetapi ingin membeli cincin berlian buat dia. “Great!” kataku dalam hati.
****
Hari ini Vina berangkat ke Jakarta diantar
sopir kantor. Nanti siang aku akan ke TP untuk lihat cincin yang ingin aku
berikan buat Vina. Aku mengerjakan pekerjaanku secepatnya, aku nggak sabar
menunggu jam makan siang untuk segera mencari cincin. BBku menyala, Vina
memberitahu kalo sudah sampai Jakarta dan sedang menunggu Pak Min mengambil
mobil. Dia meningatkan aku untuk nggak lupa makan siang dan beli makan malam.
Aku senang sekali dengan perhatiannya. Sudah lama rasanya tidak ada yang
perhatian dan begitu care sama aku.
Sudah sebulan ini aku seperti orang mabuk kepayang. Baru aku tahu betapa
nikmatnya punya pasangan hidup yang saling mencitai. Aku harus cepat-cepat
melamarnya untuk menjadi pendamping hidupku. Meskipun kita tidak mungkin bisa
menikah dan cuma bisa
memberikan cincin sebagai tanda cinta kasih kita. Sebagai ikatan hubungan kita.
Kulihat
sudah jam 11.45, aku segera membereskan barang-barangku, mengambil tasku,
memasukan semua hp dan mengecek dompet serta kartu kreditku. Dan aku juga sudah
membawa salah satu cincin Vina untuk ukurannya. Aku langsung keluar dari
ruanganku dan pamit ke Linda kalau akan makan siang di TP. Aku meyusuri TP 2
dan menuju TP 4. Aku melihat-lihat di display mana yang cocok. Aku masuk salah
satu toko yang aku lihat ada cincin yang menarik, emas putih dan beberapa
berlian. Kelihatan indah dan cantik. Aku segera masuk ke toko tersebut dan
minta diambilin cincin tersebut. Aku mencobanya dan kelihatan manis sekali di
jari. Aku mengambil cincin Vina dan minta dicarikan yang seukuran dengan punya
dia. Aku membeli dua pasang cincin yang sama dan menggravir nama kami di cincin. Ini
adalah belanja termahal yang pernah aku lakukan. Aku membelanjakan 30 juta
lebih untuk dua buah cincin. But worthed
untuk melamar dia.
Aku
segera memasukan cincin yang sudah dimasukan dalam kotaknya yang cantik dan
sertifikatnya. Aku pulang dulu ke apartemen untuk menaruh cincin. Aku akan
memberikan ini saat valentine nanti dan aku akan mengajaknya makan malam yang
romantis. Aku rasanya senang sekali memikirkan rencanaku itu. Aku berjalan
sambil terus tersenyum karena perasaan bahagia sedang menyelimuti diriku. Aku
menyimpan dalam lemari pakaian dan menyembunyikannya di
bagian yang paling
dalam. Semoga Vina tidak menemukan sebelum hari H nya. Setelah selesai menaruh
cincin, aku segera kembali ke kantor dan membeli makanan sebelumnya. Rasanya
aku sedang bahagia sekali, semua terlihat indah dan terdengar merdu. Aku juga
merasa karena cinta ini aku menjadi semakin kreatif dan menggila dalam bekerja.
Apalagi Vina selalu menemaniku dalam bekerja. Aku merasa cocok dan kompak
sekali dalam menuangkan ide-ide. Terima kasih Tuhan kau telah memberikan
semuanya untukku.
{{{{
Jakarta
selalu kelihatan mendung dan aku segera keluar mencari Pak Min, sopirnya
Andy.
“Siang Bu, itu
mobilnya di sana!” sapa pak Min sambil mengambil koper kecilku.
“Makasih
Pak! “ Aku segera
naik ke mobil Alphard milik Andy.
“Langsung
ke kantor ya Bu!” tanya pak Min.
“Iya, Pak!” Mobil berjalan dengan smooth, melalui jalan Jakarta yang selalu
macet.
Akhirnya
kami tiba di Sampoerna Building
tempat kantor Andy. Aku segera masuk lift dan menuju ruangan Andy. Kulihat
sekertaris Andy, Sari, berdiri menyapa aku.
“Siang
Bu!
“Pak
Andy, nggak ada tamu kan?” tanyaku.
“Nggak
ada Bu!” katanya sambil berdiri dan membukakan pintu buatku.
“Thank
you, Sar!” jawabku sambil masuk ruangan.
“Hi,
Ko!” sapaku kepada Andy sambil menarik kursi di depan
mejanya.
“Sudah makan belum?” tanyanya.
“Belum!” jawabku.
“Mo
keluar makan ato pesan makan aja?”
tanyanya.
“Pesen
aja deh, aku mau kwetiau sapi Aciap!” jawabku.
Andy
langsung menelpon Sari untuk dibelikan kwetiau. Sambil menunggu, Andy mulai
menanyakan perkerjaan di Surabaya dan apakah ada masalah yang serius yang aku
hadapi di sana. Dia juga menanyakan klien yang aku tangani. Aku menjelaskan
semua perkerjaanku.
“Trus,
bagaimana dengan pekerjaan Jean?”
tanya Andy.
“Baik sekali, dia bisa
cepat menyesuaikan dengan lingkungan pekerjaan” jawabku.
“Vin,
kamu lagi jalan sama Jean ya?”
tanya Andy sambil
menatapku.
Pertanyaan
yang tidak pernah kuduga dan tiba-tiba membuatku tidak bisa mengelak. Aku hanya
bisa mengangguk dengan perasaan jengah. Selama ini Andy tidak pernah bertanya
atau reseh mengurusi love affair-ku. Meskipun
aku yakin Andy tahu kelakuanku yang suka gonta-ganti pasangan tapi dia tidak
pernah berkomentar atau menegurnya. Tapi kenapa tiba-tiba dia bertanya mengenai
hubunganku dengan Jean. Apakah karena dia karyawan di perusahaan kami sehingga
Andy menanyakannya.
“Kamu cuma have fun
atau serius dengan Jean? Aku tidak ingin kamu Cuma main-main
atau iseng aja dengan Jean! Dia itu bukan seperti kamu,setahuku dia tidak
pernah menjalin hubungan dengan seseorang dan dia juga mempunyai kemampuan yang kita butuhkan!” kata
Andy.
Aku
hanya terdiam, aku juga ingin serius dengan Jean tapi apakah aku bisa, aku yang
biasa bebas dan tidak suka terikat, apakah aku bisa berkomitmen dengan
seseorang. Sebetulnya aku juga sudah capek dengan petualanganku dan ingin suatu
hubungan yang lebih pasti.
“Aku sih senang aja
kalau kamu serius dengan Jean, sebab dia orang yang baik dan dia bisa menjadi
bagian dari keluarga kita dan mengembangkan perusahaan”
lanjut Andy.
Aku
tidak yakin apakah aku memang sudah ingin masuk ke tahap itu.
“Iya,
aku akan memikirkannya!” jawabku tanpa berani menantap Andy.
Tok..tok.. “Masuk!” kata Andy.
Kulihat Sari masuk membawa pesanan makanan
kami. Aku segera menyantapnya begitupula dengan Andy.
”Bagiamana kabarnya
Nancy?” tanya Andy
tiba tiba.
Aku
langsung terbatuk mendengar pertanyaan Andy. “Shit!” kataku
dalam hati. Apakah hari ini, hari pengakuan dosaku ke Andy.
“Baik!” jawabku.
“Semoga kamu sudah
nggak bermain api lagi dengan Nancy! Ingat Vin, dia sudah punya suami dan anak,
Suaminya sekarang salah satu tycoon di Indonesia!” kata Andy memperingatkan.
Aku
hanya mengangguk saja dan tiba tiba aku jadi ingat bagaimana aku bisa
berhubungan dengan Nancy.
Nancy
usianya lebih tua enam tahun dari aku. Tapi dia kelihatan lebih muda dari
usianya. Wajah indonya yang cantik membuatku menerima godaannya waktu itu. Aku
yang waktu itu masih baru datang dari San Fransisco dan baru bekerja beberapa bulan di
perusahaan ini. Papa menyuruhku untuk menemui salah satu klien yang kebetulan
keluarganya juga kenalan keluarga kita. Waktu itu aku datang ke kantornya dan
harus menunggu lama untuk ketemu direktur. Dan harusnya aku bertemu dengan
Tommy suami Nancy tetapi ternyata yang menangani periklanan adalah Nancy.
ääää
“Hi,
Nancy! “ kata Nancy
sambil mengulurkan tangannya.
“Vina!” jawabku sambil tersenyum.
Aku
tidak menyangka ternyata Nancy, cantik sekali dan dandanya modist banget. Aku segera mempresentasikan semua rencana iklan
untuk perusahaannya dan Nancy kelihatan senang dengan propsalku.
“Garis besarnya sih,
aku suka dan setuju, mungkin ada sedikit perubahan, nanti aku diskusikan dulu
dengan Tommy!” kata
Nancy diakhir presentasiku.“Bagaimana
kalau kita makan siang sambil membicarakan proposalmu? Atau kamu ada rencana
lain siang ini?” tanya Nancy.
“Nggak
ada sih, memang rencanaku siang ini cuma mau bertemu bu Nancy aja!” jawabku.
“Please,
Vin! Don’t call me Bu, panggil aku Nancy aja, lebih enak!” kata Nancy .
“Ok!” jawabku
sambil tersenyum.
Nancy
mengajakku makan siang di hotel Mulia. Kami makan di Orient8, sambil menunggu pesanan kami mengobrol.
“Aku
dengar, kamu lulusan UCLA juga ya? Ngambil jurusan apa disana?”tanya Nancy.
“Jurusan,
Film, Television and Digital Media” jawabku.
“Kamu
juga alumni UCLA ya?” tanyaku balik.
“Iya,
aku dan Tommy satu kampus dan satu angkatan” jawab Nancy.
Akhirnya
kami bercerita seputar kampus dan kegiatan kami masing masing waktu kuliah.
Nancy orangnya menyenangkan untuk diajak ngobrol. Pengetahuannya cukup luas dan
asyik.
“Kamu
selain bekerja, apa kegiatanmu?” tanya Nancy.
“Mmh ya.. kadang nonton atau baca di rumah, soalnya sejak pulang, aku seperti kehilangan teman-temang
hangout” jawabku.
“Kalau aku keluar sama
teman-temanku, kamu mau ikut nggak?” tanya Nancy.
“Boleh, kalau nggak
mengganggu” jawabku.
“Hahahaha, ya pasti nggak lah, rasanya
kamu akan suka deh” jawab Nancy.
“Oke, berapa nomer HP mu, nanti aku sms kalo mo jalan” tanya Nancy.
“Oke, berapa nomer HP mu, nanti aku sms kalo mo jalan” tanya Nancy.
Kamipun
langsung bertukar nomer HP. Entah kenapa aku merasa kalau Nancy adalah L, dari cara dia
menantap aku, membuatku jadi grogi tapi aku nggak berani menanyakan hal itu. Apalagi kita baru kenal dan akrab,
selain itu dia sudah menikah dan mempunyai dua anak. Anaknya cowok dan cewek
masih SD. Setelah selesai makan kamipun berpisah, aku segera kembali ke kantor.
Ketika
ditengah jalan, HP ku berbunyi. Kulihat ada sms masuk, ternyata dari Nancy.
Kubaca smsnya “Thanks ya ditemani makan siang, nanti malam aku
diajak karoke sama teman-temanku, apa kamu mau ikut gabung?”
Aku
segera membalas smsnya “Boleh, jam berapa dan dimana?”
Segera
aku menerima balasan “Jam 8, di Deluxe- Menara Peninsula.”
Kubalas
smsnya “Oke, see you there!”
Tiba
tiba aku merasa senang dengan ajakan Nancy, entah kenapa aku merasa nyaman
didekat Nancy meskipun kita baru bertemu. Aku merasa kalau Nancy suka dan
tertarik denganku, dari cara dia menantapku yang membuatku seperti ditelanjangi.
Tapi aku mau terlalu ge er, makanya aku senang dia mengajakku karoke nanti
malam. Sesampai di kantor, aku segera melaporkan pertemuanku dengan Papa dan
Andy. Kelihatannya mereka senang dengan hasil kerjaku. Aku memang ingin
memperlihatkan ke Papa dan Andy kalau aku juga bisa bekerja. Aku segera
berkemas dan pulang setelah selesai memberikan laporan. Aku ingin pulang mandi
dan berganti pakaian sebelum pergi karaoke.
Setelah bermacet ria di jalan, akhrinya
aku sampeai di rumah. Aku segera naik ke kamarku,
mandi dan mulai bingung memilih pakaian yang cocok buat ketemu Nancy. Akhirnya
aku memilih celana panjang dan atasan putih tulang. Aku memoles wajahku sedikit
dan menggunakan high heels. Kulihat sudah jam 19.00, aku segera mengambil kunci
kontak mobilku dan jalan. Kudengar HP ku berbunyi, kulihat ada SMS dari Nancy,
ternyata mereka sudah sampai duluan dan memberitahu ruangannya. Aku hanya
menjawab pendek. “Oke otw” balasku. Aku segera masuk ketempat
parkir dan mencari ruangan karokenya. “Hi..!”
aku menyapa ketika masuk
ruangan. Kulihat Nancy langsung berdiri.
“Hi.. ayo aku kenalkan
dengan teman-teman!” kata Nancy.
Menggandeng
tanganku. Tak salah lagi dugaanku kulihat ada tiga pasangan L yang sudah
disana. “Ini kenalkan Erick dan Mesya, Fransis dan Elly,
Sien dan Aylie” Nancy memperkenalkan teman-temannya padaku. Aku bersalaman satu persatu dengan
mereka dan menyebutkan namaku. Aku segera duduk di sebelah Nancy.
“Sudah,
makan belum?” tanya Nancy “Kita mo pesan makanan” lanjut dia.
“Belum,
tadi nggak sempat” jawabku.
Segera
Nancy memesan makanan untuk kita dan kulihat di meja sudah ada satu botol XO
dan Johny Walker serta beberapa Coca Cola dan es batu.
“Kamu
mau minum apa?” tanya Nancy.
“Coca
Cola dan XO aja” jawabku.
Nancy
mencampurkan XO dan Coca cola, dan memberikannya padaku. Aku baru melihat jelas
penampilan Nancy. Dia menggunakan celana panjang abu-abu tua dan blouse warna abu-abu muda. Dia kelihatan cantik
sekali. Tiba tiba aku jadi deg-degan, sebab mereka semua berpasangan. Hanya Nancy dan aku yang tidak memiliki
pasangan. Apakah ini berarti aku berpasangan dengan Nancy?
Tak lama
kemudian makanan pesananpun datang. Kita berhenti bernyanyi dan menyantap
terlebih dahulu. Meskipun aku baru kenal dengan mereka, tetapi mereka cukup
menyenangkan. Rata-rata
mereka lulusan luar negeri dan usianya hampir sama dengan Nancy dan aku.
“Kamu
sudah punya pasangan Vin?” tanya Mesya
“Darimana
kamu tahu Vina, L?” tanya
Elly
“Tahulah,
gaydarku khan nyala, nggak seperti kamu yang selalu mati, untung Francis
menemukan kamu” jawab Mesya yang diikuti gelak tawa yang lain.
“Sis, masak aku diomong gaydarku mati” kata Elly manja kepada Francis.
“Lebih baik gaydarmu mati sayang, daripada nyala ntar kamu cari yang lain lagi!” jawab
Fransis sambil mencium Elly. Dan kita semuapun tertawa.
menemukan kamu” jawab Mesya yang diikuti gelak tawa yang lain.
“Sis, masak aku diomong gaydarku mati” kata Elly manja kepada Francis.
“Lebih baik gaydarmu mati sayang, daripada nyala ntar kamu cari yang lain lagi!” jawab
Fransis sambil mencium Elly. Dan kita semuapun tertawa.
“Jadi,
kamu sudah punya pacar belum Vin?”
tanya Sien penasaran.
“Belum,
dulu ada waktu di LA” jawabku.
“Tuh,
Nan, dia belum punya pacar!” kata
Aylie.
“Lho,
kok jadi aku, lagian belum tentu Vina mau sama aku” jawab Nancy sambil
mengerlingkan matanya ke aku.
mengerlingkan matanya ke aku.
Mendadak
aku jadi tersipu dengan gaya Nancy. Apakah ini maksudnya Nancy mau PDKT
denganku? Kami terus
bernyanyi dan aku sudah mulai sedikit mabuk, makin malam mereka makin mesra
dengan pasangan masing-masing. Nancy juga bersikap mesra denganku, dia
menggegam jemariku ketika menyanyikan ‘When
I’m fall in love’ entah karena alkohol atau karena aku suka atau lama tidak
pernah bercinta dengan perempuan, aku membiarkan sikap mesra Nancy. Ketika dia
membisikan “May I kiss you?” Aku menatap wajahnya dan aku
langsung mencium bibirnya. Kami berciuman cukup lama dan tangan Nancy mulai
bergerilya
“Bagaimana
kalau kita naik keatas aja?” ajaknya.
Aku
hanya mengangguk saja. Kami segera pamit dan chek in di hotel.
Sesampai di kamar Nancy segera mencium aku. Aku membalas ciumannya, dia berusaha
membuka pakaianku dan akupun juga melakukan hal yang sama. Kami menjatuhkan tas
kami, melepas sepatu kami berantakan di ruangan dan langsung ke ranjang. Aku nggak tahu ini karena
pengaruh minuman keras atau aku memang sedang horny. Kami berciuman dengan gairah yang meluap-luap. Kulihat tubuh telanjang Nancy
yang padat dan kelihatan ototnya yang kuat. Nancy menciumi diriku, dari caranya
merangsang diriku, aku tahu kalau dia memiliki jam terbang yang tinggi. Kami
pun bercinta tiada henti, entah berapa kali kita mendaki puncak kenikmatan
bersama-sama sampai
kelelahan dan tertidur.
Aku
terbangun dengan kepala yang agak berat dan sakit. Kulihat diriku masih
telanjang. Aku mencoba mengingat kejadian semalam dan berusaha sadar
lingkungan. Kulihat bajuku di atas kursi bersama tasku. Aku mencoba bangun,
ternyata Nancy sudah pergi. Kulihat ada secarik pesan di kertas hotel dari
Nancy.
‘Maaf ya, aku harus
meninggalkanmu sendirian, aku nggak tega tadi mau bangunin kamu, karena tidurmu enak sekali’ Love Nancy.
Kulihat
sudah jam sembilan. “Shit!” Aku segera mandi dan buru-buru check out. Aku hari ini ada meeting
dengan anak buahku. Untung aku nggak pernah menggunakan make up yang terlalu
tebal dan aku selalu membawa alat riasku. Cuma bajuku yang agak sedikit lecek.
Sudahlah, yang penting harus segera sampai di kantor. Untung jalanan tidak terlalu
macet. Waktu di jalan aku menelpon PRT di rumah untuk mengantarkan laptopku ke kantor dan mengambilkan pakaian
gantiku.
Aku
segera memasuki ruangangku dan kulihat pakian serta laptop juga sudah di atas meja
dan ada kiriman bunga juga. Kulihat dari Nancy, kubaca pesannya
‘It
was great lastnight and sorry I have to leave you’ Nancy
Aku
mengambil HP ku dan sms Nancy. ‘Thank you
for your flower’
Aku
sengaja tidak menelponnya. Sebetulnya aku nggak suka ditinggalkan begitu saja
oleh Nancy. Aku seperti wanita panggilan saja. Aku jadi merasa seperti call
girls. Tiba tiba HP ku berbunyi dan kulihat dari Nancy. Aku sengaja tidak
mengangkatnya dan membiarkannya. Tiba tiba telpon di mejaku berbunyi.
“Pagi,
Bu! Line satu, bu Nancy
mau bicara” kata sekertarisku.
“Bilang
saya sedang meeting” jawabku.
“Baik Bu!” jawab sekertarisku.
Lalu SMS
di HP ku berbunyi, kulihat SMS dari Nancy ‘Semoga
kamu tidak marah ya! Bagaimana kalau kita makan siang besok, ada
yang mau aku tanyakan mengenai proposal’ Akupun tersadar kalau aku membutuhkan dia untuk
proyekku. Tapi kalau aku membalas SMSnya sekarang akan ketahuan kalau aku
sedang kesal. Sebaiknya aku balas nanti saja setelah meeting dan makan siang.
Telepon
di mejaku berbunyi kembali. “Teman teman sudah siap untuk meeting Bu!” kata sekertarisku “Iya, saya segera kesana” jawabku.
Meeting
dengan anak buahku berjalan dengan lancar. Mereka mengerti apa yang aku
inginkan dan bisa menerapkannya. Selesai meeting aku segera SMS Nancy. ‘Sorry, ya tadi lagi meeting, HP nya di
meja. Aku nggak marah kok. Besok mau makan dimana dan jam berapa?’ lalu aku send.
Aku
langsung dapat balasan ‘Jam 12.30 di Mall Taman Angrek.’
Lalu aku
segera balas ‘Ok. CU there.’
Aku
segera menyibukkan
diriku tetapi pikiranku tidak bisa konsentrasi, masih jelas dalam ingatanku
betapa dahsyat percintaanku dengan Nancy semalam. Aku seperti orang yang
kehausan di gurun dan menemukan mata air yang berlimpah dan menyejukan. Hatiku
menjadi gelisah dan masih menginginkan percintaan yang dahsyat dengan Nancy.
Tapi aku nggak ingin memperlihatkan kepada Nancy kalau aku ingin bercinta
dengan dia.
Mal Taman Anggrek
Aku
janjian sama Nancy di foodcourt biar
lebih gampang carinya. Aku dari jauh sudah melihat Nancy, dia memakai celana
panjang dan baju putih. Tiba tiba aku jadi deg-degan melihat Nancy. Rasa kesal mendadak sirna dan menjadi keinginan
untuk bercinta. Rupanya Nancy juga melihat aku, dia langsung menyambutku,
mencium pipiku.
“Kita ke apartementkua
aja ya, aku sudah siapkan makan siang disana” ajak Nancy.
Aku
hanya mengangguk dan dia menggandengku turun dan menuju parkiran. Kami memasuki
lift Apartemen Taman Anggrek menuju penthouse.
Sesampai disana kulihat makanan sudah siap dan juga ada sebotol wine dan bunga
segar.
“Wah,
romantis sekali” kataku.
“Iya, permohonan
maafku yang telah tidak sopan
meninggalkanmu sendirian di hotel kemarin!” kata Nancy.
“Maafkan aku ya
sayang!” katanya sambil
berdiri dan memegang kedua tanganku.
“Apologize
accepted” jawabku dan dia langsung mencium
bibirku dengan lembut.
Kami
berciuman lama sekali dan ciuman itu berubah menjadi gairah yang saling menginginkan
untuk bercinta. Dia mulai melepasi pakaianku, begitu juga aku yang juga mulai
mencopoti pakaiannya. Dia membimbingku ke kamar tidur, kali ini aku bercinta
dengan keadaan sadar, aku menikmati setiap sentuhan Nancy dan aku juga dengan
jelas dapat menikmati tubuh Nancy yang liat. Kami bercinta dengan lembut dan
saling menikmati hingga mencapai puncak berkali kali. Ketika selesai dia
memelukku dan menciumku.
“Thank you sayang!”
kata Nancy dengan lembut.
Aku hanya tersenyum. “Maafkan aku kemarin ya, aku buru-buru pulang karena harus ke sekolah anakku. Bukan maksudku meninggalkanmu sendirian!” jelas Nancy.
“Aku
tahu kamu pasti nggak suka” lanjutnya.
“Iya,
aku merasa seperti call girl” jawabku.
“Sorry,
ya! Aku nggak memberitahu sebelumnya” katanya sambil menciumku dengan lembut.
“Iya,
nggak apa apa” jawabku.
“Kita
makan dulu yuk, nanti kamu kelaparan” ajak Nancy.
Aku
nggak tahu dia pesan dimana makan siang yang mewah ini. Ketika makan dia
memberiku sebuah kotak berpita pink.
“Apa
ini?” tanyaku
“Permohonan
maafku” katanya sambil tersenyum.
“You are so sweet” jawabku
sambil membuka kotak yang ternyata sebuah bolpoint Mont Blanc.
“Makasih
ya” kataku sambil berdiri dan
menciumnya.
“Semoga
kamu suka ya”
jawabnya.
“Suka, tapi kamu nggak
perlu seperti ini, terlalu mewah untuk permohonan maaf”
jawabku.
“Aku tahu, sebab
bagiku kamu sangat berharga dan tidak ingin hubungan kita berhenti sampai
disitu” kata Nancy.
“Jadi maksudnya apa
ini? Kamu nggak bermaksud melamar aku kan? tanyaku sambil menggoda Nancy.
“Apa kamu mau kalau
jadi kekasihku?” tanya Nancy langsung. Aku langsung gelapan
dan masih belum tahu harus menjawab apa.
“Nggak
usah dijawab”
kata Nancy dengan
tersenyum.
Sehabis
makan siang, kami masih melanjutkan percintaan kami dengan menggila. Kami
seperti dua orang kekasih yang saling merindukan satu sama lainnya. Saling
mencumbu, saling memuaskan sampai lupa waktu dan senjapun tiba. Tiba-tiba aku
ingat tentang proposalku.
“O ya, kemaren kamu
ngomong mau membicarakan proposalku, itu beneran atau cuma alasan aja?” tanyaku
“Dua-duanya, Tommy
sudah setuju kok cuma ada sedikit tambahan aja, kamu bawa nggak?” tanya Nancy.
“Bawa” jawabku sambil berdiri dan mengambil
laptopku.
Aku
menujukkan rancangan desainku ke Nancy. Masih dalam keadaan telanjang kami
membahas pekerjaan diatas ranjang. Aku segera merubah permintaan Nancy di
laptopku sementara aku bekerja, Nancy mulai melakukan serangannya. Dia menciumi
leherku, tangannya merabai tubuhku, perempuanku, membuatku jadi tidak bisa
berkonsentrasi. Aku langsung meletakkan Mac ku dan kami bercinta lagi.
Aku jadi
sering menghabiskan waktu makan siangku bersama Nancy dan kadang pergi ke karaoke bersama teman-teman Nancy. Mereka menganggap aku
pacarnya Nancy, tapi sebenarnya diantara kami tidak ada komitmen. Dan kami baru dua bulan sering menghabiskan waktu
bersama. Sampai suatu siang aku bertanya ke Nancy.
“Sebenarnya
Tommy tahu nggak kalau kamu L?”
tanyaku.
“Dia tahu kalau aku L,
kenapa aku bisa menikah dengan Tommy. Waktu di LA dia tahu kalau aku L dan
mengenal semua pacarku. Begitu juga aku mengenal semua pacar Tommy. Tapi aku
tahu kalau Tommy suka dan jatuh cinta sama aku. Sampai suatu hari ketika aku
sedang patah hati, Tommy yang selalu menemani dan menghiburku setiap hari. Aku
merasa dekat dan nyaman dengan dia. Dan suatu malam ketika dia menciumku, aku
membiarkannya. Rupanya Tommy belajar bagaimana percintaan L, dia memperlakukan
aku dengan lembut, dia tidak langsung melakukan penetrasi. Tapi dia
melakukannya dengan jarinya dan membuatku benar-benar terangsang sampai
akhirnya dia melakukan penetrasi. Lalu Tommy mengajakku menikah, dia bilang
pasti kedua orang tua kita suka kalau kita menikah. Karena orang tua kami
memang bersahabat dan partner bisnis. Aku pikir apa salahnya dan Tommy tidak
keberatan aku have sex dengan perempuan asal tidak dengan laki laki dan meminta
aku untuk keep secret for our family. Begitu juga aku tidak keberatan kalau
seandainya Tommy have sex dengan perempuan lain asal tidak membawa penyakit dan
aku tidak mau di polygami. Aku juga mengingatkan Tommy untuk hati hati agar
tidak diperas perempuan karena dia melakukan hubungan sex. Begitupula dengan
aku, aku selalu hati hati memilih pasangan karena aku tidak ingin menghancurkan
keluarga kami”. “Itulah keadaanku Vin, aku harap kamu mengerti dan bisa
menerima aku apa adanya. Aku tidak ingin mengikat kamu, seandainya besok kamu
menemukan seseorang dan kamu ingin serius dengan dia dan ingin menghentikan hubungan
kita, aku bisa mengerti” jelas Nancy.
Mendengar
cerita Nancy, aku jadi terdiam. Aku tahu, aku tidak bisa berkomitmen layaknya
pasangan kekasih L. Bagaimanapun
Nancy sudah punya suami dan anak. Dia akan lebih mengutamakan keluarganya daripada
aku. Tapi setidaknya dia sudah jujur dengan keadaannya. Sementara aku sendiri
masih belum ingin berkomitmen jadi mungkin hubungan ini akan pas buatku.
“Bagaimana
kalau kita jalani dulu aja dan kita lihat bagaiamana nanti”jawabku.
Hubungan
kamu berjalan dengan baik meskipun kadang ada rasa diduakan oleh Nancy.
Ketika kami sudah berjanji
untuk ketemu tiba tiba harus batal karena dia harus menemani Tommy keluar atau
menjamu klien. Kadang ketika janjian makan siang harus batal karena Nancy harus
mengurus anaknya yang sakit atau ada keperluan lainnya. Dan itu kadang sering
membuat aku kecewa. Tetapi Nancy selalu saja bisa meluluhkan hatiku, setiap
kali dia membatalkan janjian ketemu, dia selalu memberikan aku hadiah. Ada saja
hadiah yang diberikan dan semuanya bukan barang yang murah. Dia selalu memberikan
aku hadiah yang mahal dan berkelas. Dan hari ini aku janjian ketemu dengan
Nancy karena dua hari yang lalu dia membatalkan janji keluar malam dan kemarin
siang aku ada meeting. Seperti biasa aku langsung meluncur ke apartemen Taman
Angrek dan Nancy juga sudah menuju kesana.
Ternyata
Nancy telah sampai terlebih dahulu dan sudah menunggu kedatanganku. Kami bersama
langsung menuju penthouse. Begitu
sampai di kamar, kami seakan tidak ingin membuang waktu. Kami berciuman dengan
penuh perasaan seakan lama tidak bertemu. Nancy langsung merebahkanku di ranjang,
menciumi wajahku, mencopoti pakaianku, bra-ku. Nancy memang pandai membuatku
terangsang dan bergairah. Aku mencopoti pakaian Nancy dan gantian aku yang
merebahkan Nancy di bawahku. Aku menciumi wajah Nancy, lehernya dan
payudaranya.
“Shit!” Tiba-tiba aku melihat bekas gigitan di payudara Nancy dan gairahku langsung
hilang seketika.
“What?” tanya Nancy kaget karena aku tiba tiba menghentikan kegiatan mencumbu.
“Kamu habis ML dengan
Tommy atau perempuan lain?” tanyaku dengan sengit dan merasa cemburu.
Aku
langsung berdiri mengambil underwearku dan pakaianku.
“Vin,
please...” kata Nancy.
Entah
kenapa tiba tiba aku merasa sakit sekali. Aku berusaha menahan airmataku agar
tidak keluar. Entah kenapa aku rasanya pengen marah dan kesal. Nancy, memegang
tanganku
“Maafkan aku Vin” katanya
dengan nada sedih dan menyesal. “Iya, aku
memang habis bercinta dengan Tommy. Aku sudah berusaha menolak sejak dengan
kamu tetapi aku tidak bisa menolak terus menerus, bagaimanapun dia suamiku,
Vin! Aku juga tidak mungkin bercerai dengan dia” kata Nancy dengan sedih dan menitikan airmata. Melihat Nancy sedih dan
menitikan air mata aku jadi tidak tega.
“Maafkan reaksiku ya,
aku jadi merasa cemburu dan akhir akhir ini aku sering merasa diduakan. Aku
seperti isteri simpanan saja yang pasrah dan harus menerima keadaan. Meskipun
dari awal aku sudah tahu kalau kamu sudah berkeluarga tapi entah kenapa perasaanku
kadang tidak bisa diajak kompromi. Mungkin karena aku selama ini belum pernah berelasi dengan L yang sudah punya pasangan” kataku
sambil menitikan air mata.
Nancy langsung memelukku “Maafkan aku ya Vin melibatkanmu dalam relasi yang sulit, tapi aku
ingin kamu tahu kalau aku benar benar mencintaimu, meskipun aku tidak tahu
kapan kita akan bisa bersama dan tak akan ada perempuan lain selama sisa
hidupku”
Hubunganku
dengan Nancy berlanjut terus sampai aku pindah ke Surabaya dua tahun kemudian.
Tapi kami masih saling mengunjungi dan Nancy yang lebih sering ke Surabaya pada
tahun pertama. Tetapi karena kesibukannya dan anak-anak Nancy yang makin besar dan membutuhkan
perhatian yang lebih banyak. Akhirnya kami hanya bertemu sebulan sekali kadang
lebih dan makin lama perasaanku semakin hambar dengan Nancy. Makin lama kami
makin jarang ketemu dan hubungan itu seperti berhenti begitu saja tetapi
hubungan kami masih tetap baik dan kadang kami masih bercinta bila bertemu.
¹¹¹¹¹
Sudah
dua hari aku di Jakarta dan aku jadi merindukan Jean. Meskipun aku selalu BBM
dengan dia setiap saat tetapi tetap saja aku kangen. Aku jadi pengen cepet
pulang dan ketemu Jean. Baru kali ini aku merindukan seseorang begitu kuat.
Selama bersama Nancy, aku tidak pernah merindukan dia hingga terasa menusuk
seperti ini. mungkin karena aku berpikir bahwa hubunganku dengan Nancy bukan
suatu relasi. Selama di Jakarta aku sama sekali tidak menghubungi Nancy dan aku
juga belum memberitahu Nancy kalau aku sekarang dengan Jean dan aku ingin
serius dengan Jean. Mungkin nanti aku akan memberitahu Nancy. Aku juga tidak ingin Nancy tahu dari orang
lain, meskipun sekarang bisa dikatakan hubungan kami antara ada dan tiada,
apakah aku perlu memberitahu Nancy? Bukankah kami tidak mempunyai komitmen yang
jelas.
Aku
berusaha menyelesaikan pekerjaanku secepat mungkin agar bisa segera ketemu
dengan Jean. Aku betul betul merindukan Jean. Rindu itu rasanya menusuk-nusuk, rasa yang tidak pernah
kurasakan bahkan ketika aku berpacaran di Amerika. Apakah ini berarti aku benar
benar telah jatuh cinta dan ingin menuju ke tahap yang lebih serius. Aku merasa
sangat cocok dengan Jean, dia enak diajak berdiskusi, enak diajak bercinta dan
aku merasa sangat dicintainya. Cintanya yang lembut dan tulus selalu membuatku
terbuai. Perhatian dan kasih sayangnya membuatku selalu nyaman berada
didekatnya. Aku pengen menghabiskan waktu dan menua bersama Jean. Aku sudah
capek berpetualang atau seperti menjadi istri simpanan ketika bersama Nancy. Meskipun
Nancy selalu mengatakan kalau mencintaiku dan dia tidak pernah dengan perempuan
lain tetap saja hubungan kami tidak pernah mulus dan aku tidak ingin bersaing
dengan keluarganya.
Aku
merasa beruntung akhirnya aku bertemu seseorang yang tepat buatku. She is so smart, beautiful, fun and we in love
each other. Dan yang terpenting Andy secara tidak langsung menyetujui
hubunganku dengan Jean. Padahal selama ini dia selalu komen yang negatif dengan
pasanganku. Diam diam Andy selalu memantau dan menyelidiki setiap pasanganku
yang terlihat aku serius dengan mereka. Meskipun dia tidak pernah menegur
secara langsung atau menanyakan secara langsung, atau mungkin karena aku tidak
pernah berhubungan secara serius dengan mereka. Belum ada satupun yang bisa
membuatku benar benar jatuh cinta dan ingin berhubungan secara serius.
Sebulan
terakhir ini hari hariku selalu bersama Jean. Hampir setiap hari kita selalu
bercinta kecuali ketika kita sedang lembur. Bercinta dengan gairah yang selalu
berkobar dan tak pernah padam. Bercinta dengan menggila dan hampir setiap
tempat di apartemen Jean pernah kita lakukan. Di ruang tamu, di dapur, di kamar
mandi berkali kali ketika sedang mandi bersama. Aku sekarang selalu mandi
bareng dengan Jean. Saling menggosok dengan sabun, berciuman di bawah
shower, berpelukkan dan berendam bareng. Kegiatan yang tidak pernah aku lakukan
dengan semua pasanganku dulu. Setiap malam aku selalu tidur dalam pelukkannya
dan dia selalu mendekapku dengan penuh kasih sayang. Pagi hari dia selalu
membangunkanku dengan ciumannya di wajahku, mengucapkan selamat pagi
ketika aku masih mengatuk dan mata terpejam. Terkadang kita melakukan percintaan yang
menyemangati di pagi hari ketika bangun tidur. Pernah ketika siang hari sedang
bekerja bareng di kantor dan tiba-tiba kami berdua sama-sama ingin bercinta. Kamipun
bercinta di sofa dengan perasaan was-was takut ada tamu mendadak.
Begitu
banyak hal yang menyenangkan yang telah kulalui selama satu bulan ini bersama
Jean. Kadang kita keluar makan malam yang romantis sambil minum wine. Seperti
kemarin sebelum berangkat Jean mengajakku makan di Drago. Kami makan pizza yang dipanggang dengan kayu. Dia
memesan Tequila dan
Mojito. Dia juga request sebuah lagu ‘Have I told you that I Love You’ Ketika lagu dinyanyikan dia
memegang tanganku dan menciumnya dengan lembut sambil mengatakan I love you so much. Aku rasanya seperti
mabuk kepayang dengan sikap Jean yang selalu romantis dan begitu memanjakanku.
Jean sangat penuh perhatian dan selalu berusaha menjagaku, melindungiku, kadang
mengkuatirkanku bila bepergian sendiri. Padahal aku selalu berpergian sendiri
kemanapun sebelum dengan Jean.
¹¹¹¹¹
Aku
sudah sampai di airport dan
menunggu pesawatku. Kudengar panggilan untuk segera naik pesawat. Aku merasa
senang sekali akhirnya aku bisa balik ke Surabaya. Aku teringat komentar Andy
ketika aku mengatakan mau pulang ke Surabaya.
“Tumben balik cepet ke
Surabaya? Apa karena ada yang nungguin sekarang? tanya
Andy dengan gaya menggodanya.
Aku
senang kalau Andy bisa menerima Jean sebagai pasanganku. Tak terasa aku sudah
sampai di airport
Juanda, aku segera keluar dan mencari sopir kantor yang menjemputku. Ketika aku sedang
mencari-cari, tanganku dipegang seseorang. Hampir
saja aku mau marah sampai kemudian aku tahu yang memegang tanganku adalah Jean.
“Kok
kamu disini?” tanyaku spontan.
“Kan, aku mau jemput
kamu” jawab Jean dengan tersenyum dan mengambil koperku.
Dia berjalan
sambil tetap menggandeng tanganku. Aku senang sekali dengan surprisenya, padahal aku tidak meminta dia untuk
menjemputku. Semalam memang dia bertanya pesawatku jam berapa? Dan aku nggak
mengira dia akan menjemputku.
Sesampai
di mobil Jean memberikan aku bunga.
“So
sweet, Thank you sayang” kataku
dengan hati berbunga bunga.
Belum
pernah ada yang seromantis ini denganku. Nancy memang sering memberiku bunga
tetapi itu untuk rasa bersalah dan permintaan maafnya kepadaku. Sepanjang jalan
dia terus menggegam tanganku dan menciumnya berkali kali. Terlihat betapa dia
sangat merindukanku dan mencintaiku. Tiada hal yang menggembirakan selalin
merasakan cinta yang begitu kuat dan dalam dari Jean. Perjalanan terasa begitu
cepat dan tak terasa. Ternyata Jean tidak mengajakku ke kantor tapi pulang ke
apartemen. Sesampai di apartemen dia sudah menyiapkan makan siang dengan
cantik.
“Wah, kamu benar benar
menyambut aku ya?” kataku. Aku makan dengan lahap karena
memang lapar dan belum sarapan tadi.
Entah
bagaimana tiba-tiba
kami sudah bercinta dengan menggila di siang hari. Percintaan yang selalu
mengantarku ke puncak berkali kali dan tidak bisa berhenti. Sampai kami berdua
tertidur berpelukkan. Kami berdua terbangun ketika HP ku berbunyi. Ternyata SMS orang jualan yang selalu
mengganggu. Jean ikut terbangun dan kembali memelukku.
“Kamu kangen aku ya?”
tanyaku. Dia mengangguk
dan mencium diriku dengan lembut.
“I
miss you so much, my love” kata
Jean dan mendekapku erat erat.
“Emang kamu nggak kangen aku ya?” tanya Jean sambil menatap wajahku.
“Aku
juga kangen kamu sayang” kataku
sambil mencium Jane.
Kami
berciuman lama sekali dan kembali bercinta sampai sore. Hari ini kami
benar-benar tidak ke kantor.
äääää
Aku puas
sekali melihat iklan yang dibuat Jean untuk Valentine dan Imlek. Dia memang
bisa diandalkan dan mempunyai ide ide yang luar biasa. Aku kembali mengecek
beberapa iklan yang siap tayang. Kulihat jam dimejaku sudah hampir jam dua
belas. Sebentar lagi aku akan keluar makan dengan Jean. Tiba-tiba aku mendengar
suara yang sangat kukenal.
“Hello Darling!” aku mendongakkan kepala dan kulihat
Nancy berjalan mendekat dari arah pintu.
“Hei” kataku
dengan kaget yang tidak menduga ada Nancy didepan mataku.
Aku
segera berdiri dari kursi dan menghampiri dia. Nancy langsung memelukku dan
mencium bibirku. Seketika itu juga kulihat Jean Masuk keruanganku dan melihat
aku tengah dipeluk dan dicium Nancy. Kejadian itu begitu cepat dan dia langsung
membalikkan badanya pergi.
“Shit, shit!” kataku sambil melepaskan pelukkan dan Nancy pun kaget reflek menoleh ke belakang.
“Sori,
sori..bukan maksudku seperti itu” kataku.
Aku
pengen mengerjar Jean, dia pasti akan salah sangka. Tapi bagaimana dengan Nancy
yang di depanku, nggak mungkin aku meninggalkan dia.
“Ada apa sebenarnya?
Siapa tadi yang masuk ruanganmu?” tanya Nancy sambil
tetap memegang tanganku dan mengajak duduk di sofa.
“Sebelumnya, aku mau
minta maaf karena aku belum bercerita
dengan kamu. Aku sekarang sedang menjalin hubungan yang serius dengan Jean. Aku
memang ingin bercerita ke kamu kalau kamu sudah kembali ke Indonesia.” kataku
berusaha menjelaskan ke Nancy.
Pikiran
dan perasaanku masih terpusat ke Jean. Aku kuatir dengan reaksi Jean, dia pasti
akan terluka melihat pemandangan tadi. Kulihat wajah Nancy juga berubah dan ada
yang terluka di matanya, aku jadi merasa bersalah.
“Maafkan aku, Nancy.
Aku tidak bermaksud menyakitimu” kataku dengan rasa bersalah.
“Iya, aku juga harus
tahu diri. Hubungan kita akhir-akhir ini makin tidak jelas. Aku juga tidak bisa
selalu ada buat kamu, aku juga selalu menduakanmu, kamu berhak bahagia kok!” kata Nancy sambil membelai wajahku
dan menitikan airmata.
“Apapun yang terjadi,
aku akan selalu mencintaimu Vin dan tidak akan ada wanita lain yang akan bisa
menggantikanmu” lanjutnya.
Entah
kenapa tiba tiba aku jadi menangis dan memeluk Nancy. Bagaimanapun Nancy pernah
mengisi hari-hariku dan
aku pernah berelasi dengan dia. Dan selama ini belum ada kata putus diantara
kita berdua, meskipun juga tidak pernah ada kata jadian antara aku dan Nancy.
“Apa
kamu mau aku menjelaskan ke Jean?” tanya Nancy.
“Nggak
usah, nanti aja aku akan jelaskan ke dia?” jawabku.
“Apa dia juga bekerja
disini, sebenarnya siapa dia?” tanya Nancy yang sudah bisa mengendalikan dirinya.
“Jean, anak Malang, Kuliah di Sydney, temannya Andy dan menjadi
Art Director di sini. Aku sama dia baru satu bulan jadian dan dia sangat mencintaiku” jelasku.
“Apakah kamu juga
mencintainya?” tanya Nancy. Aku mengangguk dan menunduk,
merasa bersalah dengan Nancy dan takut melukai dia.
“Kamu nggak usah
merasa bersalah, kamu berhak mendapat yang terbaik dan bahagia. Aku senang
kalau Jean bisa membahagiakanmu” kata Nancy berusaha menghiburku.
Aku
sedikit lega setidaknya satu masalah telah selesai dan aku harus segera
menjelaskan ke Jean. Rupanya Nancy tahu kegalauanku dan tiba tiba dia berdiri.
“Sebaiknya
aku segera balik saja, biar kamu bisa menyelesaikan masalahmu” kata
Nancy.
“Makasih
ya! Kamu memang selalu bisa mengerti aku” kataku.
Aku
mengantarnya sampai di lift.
Dia memelukku sebelum masuk lift.
Aku
segera ke ruangan Jean. Kulihat ruangannya kosong, aku memeriksa mejanya.
Kulihat Blackberrynya ada di meja tapi tas dia dan Iphone tidak ada. kubuka
lacinya mencari kunci mobilnya, ternyata tidak ada. Segera kutelpon
sekertarisnya,
“Tadi
Jean ngomong nggak kemana?” tanyaku langsung.
“Maaf Bu, saya nggak tahu, tadi saya keluar makan” jawabnya.
Aku
langsung menutup telpon dan coba menghubungi Iphone-nya tapi tidak aktif. Sebaiknya
aku sms saja. Kemana kamu sayang, please
don’t leave me alone. Apa yang kamu lihat tidak seperti yang kamu kira. Aku
langsung send tapi masih pending. Kira-kira kemana dia. Aku segera berdiri,
mungkin dia pulang ke apartemen. Aku cepat cepat ingin balik, rasanya ingin
berlari. Ketika sedang buru buru kenapa semua jadi terasa lambat dan
menghambat. Aku masuk kedalam apartemen Jean, sepi tidak ada orang. Aku
memeriksa lemari pakaian Jean, semua masih lengkap. Berarti dia tidak membawa
pakaiannya dan kembali ke apartemen. Aku mencoba menghubungi HPnya tetapi masih juga mailbox. Aku duduk
terdiam menunggu dan terus memandangi HP, berharap Jean akan telpon atau
membalas SMSku
¹¹¹¹¹¹
Aku
tidak percaya dengan apa yang kulihat, Vina berciuman dengan seorang perempuan,
di kantor dan jam kerja. Padahal dia tahu kalau aku akan keruangannya untuk
makan siang. Tiba-tiba
hatiku merasa sakit sekali, sakit yang tak tertahankan dan tak terkatakan, ada
yang menusuk nusuk sakit sekali. Semua begitu menyakitkan dan melumat-lumat
hatiku. Dada ini rasanya begitu sesak dan seperti diremas remas. Aku tidak tahu
apa yang harus kulakukan. Kenapa aku jadi merasa sedih, marah, kesal dan air
mata ini kenapa tidak mau berhenti mengalir. Kenapa kamu tega sekali menyakiti
aku, Vin. Apa kamu memang tidak pernah menganggap aku pacarmu. Apa kamu cuma ingin
memanfaatku saja. Oh, Vina, apa kamu tidak tahu kalau aku begitu mencintaimu
dan apakah aku telah salah mengartikan perhatianmu selama ini.
Aku
menjalankan mobilku dengan hati hancur dan aku tidak tahu mau kemana. Aku hanya
menjalankan saja. hatiku benar benar tidak karuan, aku tidak pernah merasakan
merasakan sakit yang seperti ini sebelumnya. Apakah kebersamaan selama sebulan
ini tidak ada artinya buat kamu. Aku berusaha tenang tapi rasa sakit ini terus
saja menyerang diriku, menusuk dan menyayat hatiku. Begitu sakit, perih dan
sesak rasanya. Kubiarkan airmata ini mengalir dan aku berteriak sendiri didalam
mobil. Semua menjadi gelap dan tiba tiba badanku menjadi panas, kepalaku
menjadi ringan. Aku mulai menjalankan mobilku lebih lambat, aku tidak ingin
terjadi sesuatu yang lebih parah. Aku sudah keluar dari Porong dan aku
mengarahkan mobilku ke Malang. Aku ingin menenangkan diriku dan meredam rasa
sakit ini. Rasanya aku tidak kuat menanggung rasa ini dan aku tidak tahu harus
berbagi dengan siapa.
Aku
memutuskan untuk tinggal di Batu –Malang. Begitu selesai check in dan masuk ke kamar, aku langsung menangis sepuasnya.
Kutumpahkan semua rasa yang menyesakan ini. Aku tidak tahu sudah berapa lama
aku tertidur ketika bangun hari sudah gelap. Ternyata sudah jam dua malam dan
aku belum makan mulai siang tadi. Entah kenapa aku tidak merasa lapar sama
sekali. Tubuhku serasa ringan melayang dan aku juga merasa kalo tubuhku panas
sekali. Aku berusaha memejamkan mata, tapi bayangan wajah Vina yang berciuman
dengan perempuan itu terus muncul dan tampak jelas sekali. Dan itu membuatku
menangis kembali dan sakit itu kembali munusuk hatiku. Perutku langsung menjadi
mual dan entah kenapa aku jadi pengen muntah. Aku nggak tahu ini karena rasa
sakit atau karena aku belum makan. Aku segera membuat teh panas manis.
Aku
duduk termenung sambil meminum tehku. Apakah kamu mengkuatirkanku Vin? Apakah
kamu tahu, apa yang aku rasakan? Apakah kamu mencari cari aku sayang? Tiba tiba
aku teringat dengan HP, aku membuka tasku dan ternyata HP ku mati dan aku lupa
bawa chargernya. Great! Now, I’m not
reachable. Biarlah aku menenangkan diriku terlebih dahulu. Aku masih tidak
bisa berfikir dengan jernih dan aku tidak ingin mengambil keputusan dalam
kondisi seperti ini. Aku melanjutkan tidur, badanku serasa lemas tak bertenaga.
Aku terbangun ketika mendengar suara adzan dari langgar terdekat. Tiba tiba aku
merasa rindu dengan Vina, biasanya aku selalu memeluk dia dalam dekapanku.
Apakah kamu juga merindukanku sayang? Hari ini kamu tidur dimana sayang? Apakah kamu bersama dia? Aku menjadi sangat
cemburu dan kembali merasakan sakit yang menusuk. Aku merindukanmu sayang, aku
menginginkanmu sayang, please, jangan
tinggalkan aku. Aku kembali menangis dan meradang dengan segala rasa yang
bercampur aduk.
Perutku
rasanya lapar sekali, kulihat sudah jam 6 pagi. Aku mencuci mukaku, mataku
kelihatan bengkak. Setelah menggosok gigi, aku turun untuk sarapan. Kulihat
restoran masih sepi, aku duduk menghadap jendela yang terlihat hamparan
perkebunan, udara terasa dingin dan aku tidak menggunakan jaket. Kulihat kabut
masih tebal menyelimuti dan para petani sedang mempersiapkan peralatannya di
kebun. Seandainya kamu ada di sini tentu menyenangkan sayang. Kenapa semua
selalu kembali kepadamu dan terpusat denganmu. Aku memang benar benar
mencintaimu sayang. Apakah kamu juga mencintaiku sayang? Aku terus membayangkan Vina, sedang apa dia
sekarang? Apakah kamu juga merindukanku sayang? Biasanya kalau pagi seperti
ini, aku masih memeluk dia, menciumi dia dan tak jarang kami bercinta dipagi
hari dan dilanjutkan mandi bersama. Aku benar benar merindukanmu sayang. Apa
sebaiknya aku kembali ke Surabaya dan mendengarkan penjelasan Vina. Rasanya apa
yang aku lakukan bukan hal yang gentle,
lari dari masalah.
Apapun
yang terjadi aku harus menghadapinya dan tidak bisa terus lari membiarkan
masalah berlarut larut. Aku harus berani menghadapi kenyataan seandainya Vina
tidak lagi mau jadi kekasihku. Aku juga tidak bisa memaksa dia untuk
mencintaiku meskipun itu akan sangat menyakitkan buatku. Aku harus bisa
menghadapi kenyataan apapun yang terjadi. Kalau dia tidak menginginkanku,
apakah aku masih akan bekerja dengan perusahaan dia? Aku tidak mungkin bersama
dia setiap hari tanpa mempunyai keinginan menyentuhnya. Aku masih ingat
bagaimana ketika sedang lembur berdua di kantor. Ketika semua karyawan sudah
pulang tinggal kami berdua. Entah darimana datangnya ketika dia sedang
disampingku menerangkan sesuatu, tanganku menjadi jahil dan mengelus ngelus
ujung putingnya. Lama lama dia jadi tidak tahan dan menciumku dengan bergairah.
Kamipun bercinta dengan menggila diatas kursi kantor sampai badan jadi pegel
semua. Sudah banyak kenangan indah yang telah kami lalui meskipun hubungan kami
belum seumur jagung.
¹¹¹¹¹
Ini
memang salahku tidak pernah menceritakan hubunganku dengan Nancy kepada Jean.
Karena aku terlalu terbuai dengan cinta Jean dan aku tidak ingin merusak
suasana dengan ceirtaku. Tapi sekarang malah jadi fatal akibatnya. Aku juga
bersalah tidak segera memutuskan hubungan yang menggantung dengan Nancy. Oh,
Jean dimanakah kamu? Kemana kamu sayang, tidak tahukah kamu aku
mengkuatirkanmu. Tiba-tiba
aku dapat merasakan betapa aku mencintai Jean dan aku begitu takut kehilangan
dia. Takut kehilangan cintanya yang begitu lembut dan dalam. Aku baru merasa
artinya sebuah cinta dan aku baru merasa betapa dia sangat berarti buatku. Aku
belum pernah merasa takut kehilangan seseorang seperti sekarang ini. aku merasakan
rasa yang aneh dihatiku ada rasa sakit, perih dan cemas. Airmataku meleleh tak
terbendung, aku menangisi kebodohanku dan ketakutanku akan kehilangan Jean.
Bagaiamana kalau dia tidak mau memaafkan kesalahanku.
Ini
sudah jam 12 malam dan dia belum juga menampakan dirinya. Aku mencoba berkali
kali telpon HP nya tapi tidak pernah aktif. Aku juga menghubungi keluarganya di
Malang tapi mereka mengatakan Jean tidak kesana, dan telponku malah membuat
mereka kuatir sampai aku harus menjelaskan kalau tidak ada apa apa. Aku
meringkuk di sofa apartemen Jean dan terus berharap dia akan segera datang.
Kenapa aku begitu bodoh tidak mengelak ketika Nancy menciumku. Aku masih ingat
wajah kaget dan terluka dari Jean. Dia langsung pergi begitu saja dan
meninggalkan BB pemberianku. Apakah dia benar benar marah denganku. Bagaimana
kalau Andy sampai tahu tentu dia akan marah juga denganku. Jean, aku
mencintaimu dan aku sekarang benar benar takut kehilangan dirimu. Please, pulanglah Jean! I’m really miss you. Aku ingin selalu
bersamamu Jean, aku ingin melalui hari hari bersamamu.
Aku
terbangun ketika mendengar suara HP ku berbunyi. Aku segera mengangkatnya
ternyata hanya salah sambung. Kulihat sudah jam 6 pagi dan Jean masih juga
belum pulang. Badanku serasa melayang,
ada yang hilang dalam diriku. Aku seperti manusia yang tidak utuh. Jiwaku
serasa kosong karena kepergian Jean. Apakah ini yang dinamakan belahan jiwa. Aku
merasakan kekosongan dalam diriku, semua serasa hampa. Aku duduk terdiam dan
terus memikirkan keberadaan Jean. Aku ingin memelukmu sayang, memelukmu erat
erat agar kamu tidak pergi lagi. Aku juga ingin berada dalam dekapanmu sayang.
Sebaiknya aku sms kantor aja, kalau hari ini aku nggak ke kantor. Rasanya aku
malas sekali dan aku pasti nggak bisa konsentrasi mengerjakan tugas. Aku jadi
malas melakukan apapun, aku masih mengenakan pakaian kantor kemarin. Aku
kembali merebahkan diriku ke sofa dan berdiam diri, memikirkan Jean.
Sudah
hampir jam sebelas dan aku masih malas beranjak dari sofa. Aku juga malas makan
atau mandi. Aku rasanya tidak lapar dan tidak ingin beranjak dari sofa. Aku
takut kalau aku pergi Jean datang dan aku tidak mengetahuinya. Lalu kudengar suara kunci pintu, aku buru buru
berdiri dan membuka pintu. Kulihat Jean berdiri di depanku. Aku menarik
lengannya masuk dan langsung saja, aku menabrak, memeluknya dan menangis di dalam
pelukkannya. Pertama aku merasakan dia diam membeku lalu memelukku dan mencium
kepalaku. Lalu memelukku erat-erat.
“Maafkan, aku Jean!
Aku sangat mencintaimu, Jangan tinggalkan aku Jean” kataku sambil menangis sejadi
jadinya. Ada perasaan lega Jean telah kembali. “Sudah jangan menangis, kalau kamu menangis aku jadi sedih” kata Jean yang ternyata juga
menangis.
Dia
menantapku, menghapus airmataku, mencium mataku, wajahku, bibirku. Aku
merasakan ciuman yang hangat penuh kerinduan dan cinta. Lalu dia menggandeng
tangaku ke kamar tidur. Dia melepasi pakaianku dan dia juga melepasi
pakaiannya. Kami berpelukkan erat sekali meleburkan semua rasa yang semalaman
mengganggu kami berdua. Dia menciumku dengan penuh perasaan, meyalurkan semua
rasa dan kamipun bercinta dengan perasaan yang memuncak. Kami tidur berpelukan
dengan rapat sekali dan terbangun beberapa jam kemudian karena sama sama merasa
lapar. Vina langsung memesan makanan delivery.
“Jean, maafkan aku ya.
Aku selama ini tidak pernah menceritakan ke kamu tentang Nancy” jelasku.
Kulihat
Jean diam saja berusaha mendengar semua penjelasanku. Dia masih memelukku
dengan erat. Akhirnya aku menceritakan semua hubunganku dengan Nancy, dan siapa
sebenarnya Nancy dan dimana aku bertemu dengan dia.
“Aku
harap kamu nggak marah Jean” kataku
“Aku waktu itu shock
dan seperti dibanting melihat kamu ciuman” jawab Jean “Hatiku
rasanya hancur dan aku nggak tahu harus bagaimana, tiba tiba semua menjadi
gelap” lanjut Jean dengan berkaca kaca.
“Akupun merasakan hal yang sama Jean, aku nggak tahu harus mencari kamu dimana?
Hatiku langsung menjadi kosong dan hampa. Aku takut sekali kehilangan kamu Jean.
Aku sangat mencintaimu Jean dan kamu sangat berarti bagi hidupku” kataku dengan menangis.
“Oh, sayangku, betapa
bahagia aku mendengar semua ini, kemarin aku sampai berpikir kamu tidak mencintaiku dan hanya mempermainkan perasaanku saja.
Sekarang aku merasa lega tahu apa yang kamu rasakan” kata Jean dengan menciumku penuh
perasaan.
Kami
berdua bangun dari tempat tidur ketika makanan yang kami pesan telah datang.
Aku mengajak Jean untuk mandi bersama sebelum makan. Senang rasanya bisa
kembali bersama Jean dan merasakan hari hari bersama lagi.
äääää
Aku
merasa bahagia sekali, terbangun dan Vina masih ada dalam pelukkanku. Kemarin
adalah hari yang paling melelahkan buatku. Aku belum pernah merasakan goncangan
yang begitu hebat seperti kemarin. Dan sekarang aku benar benar merasa lega dan
plong. Semua telah selesai dan Vina memang mencintaiku. Tiba tiba aku teringat
dengan cincin yang aku beli. Mungkin sebaiknya aku segera memberikan ke Vina
tidak perlu menunggu Valentine. Karena saat ini lebih penting dan aku ingin
segera melamarnya menjadi pasanganku selamanya. Nanti malam aku akan
mengajaknya makan malam dan melamarnya. Aku jadi bersemangat dengan rencanku
sendiri.
“Pagi
Kekasihku” kataku sambil mencium Vina ketika dia
mulai bergerak bangun.
Kulihat
dia tersenyum meskipun matanya masih terpejam dan makin merapatkan pelukannya
dan membenamkan wajahnya ke dadaku. Rupanya dia masih belum ingin bangun
dan kudengar dengkur halusnya. Akupun melanjutkan tidurku. Kami berdua
terbangun ketika hari sudah mulai beranjak siang. Setelah mandi bersama, kami
berangkat ke kantor.
Sesampai
di kantor aku langsung mengecek email-emailku. Baru dua hari aku nggak ke
kantor, email yang harus dijawab begitu banyak. Aku membaca satu persatu dan
membalasnya. Tiba tiba aku teringat dengan rencanaku nanti malam. Sebaiknya aku
minta tolong Linda untuk men-set
makan malam di apartemen
saja. Aku memanggil Linda masuk ke ruanganku. Aku tahu Linda juga seorang L dan
dia bisa dipercaya. Aku menginstruksikan rencanaku ke Linda dan semua detail
yang aku inginkan. Aku bilang jam tujuh malam semua harus sudah siap dan tepat.
Dia juga kelihatan senang dengan perintahku.
Aku
berusaha untuk fokus dengan pekerjaanku meskipun hatiku berdebar debar
memikirkan rencanaku nanti malam. Kira kira apa yang harus aku ucapkan ya? Begitu
banyak skenario di kepalaku dan itu membuatku jadi senyum senyum
sendiri dan tidak sadar kalau Vina sudah di depanku.
“Hayo,
mikir apa kok senyum-senyum!” tanya Vina sambil menciumku.
“Mikirin
kamu sayang” jawabku
membalas ciumannya
“Ada
apa sayang?” tanyaku.
“Nggak
ada apa apa cuma kangen kamu aja” jawabnya
manja.
“Senangnya,
aku dikangeni kamu” jawabku
dan memeluk dia.
Lalu
kami membicarakan pekerjaan dan rancangan iklan yang tayang di media cetak dan televisi. Aku senang
semua sudah kembali normal seperti biasa. Dan keinginanku untuk melamar dia
jadi pasanganku selamanya makin kuat. Aku tahu bahwa hubungan kami tidak
mungkin sah secara hukum dan segala sesuatu bisa terjadi. Tetapi setidaknya ada
kepuasan tersendiri dan rasa yang menyenangkan bisa memberikan cincin sebagai
simbol ikatan cinta dan hubungan kami berdua.
Kesibukan
kerja di kantor membuat tak terasa, apalagi Vina di sebelahku membuatku jadi
bersemangat dan tak terasa sudah hampir jam tujuh malam. Linda SMS kalau semua sudah siap. Aku mengajak
Vina pulang.
“Yuk, kita balik aja!”
ajakku
“Tumben,
kok sudah ngajak pulang?” tanyanya heran.
“Iya kemarin khan kita
lelah dan kurang tidur” kataku menarik tangannya untuk berdiri dan
memeluku pinggangnya dan mencium bibirnya dengan mesra.
Vina
tidak dapat menolak ajakkanku dia langsung membereskan file-file dan laptopnya
lalu balik ke ruangannya mengambil barang barangnya. Akupun segera membereskan
barang-barangku dan Linda masuk mengembalikan kunci apartemenku.
“Semua sudah beres Bu” katanya sambil senyum-senyum.
“Makasih
ya Linda” kataku.
Aku
segera keluar ruanganku dan menjemput Vina di ruangannya. Aku lihat dia masih
telpon dengan seseorang. Aku menunggu dia berdiri di dekat pintu sambil tetap
memegang pintu.
“Sori, pak Richard marketing MNNC tanya
jadwal iklan kita” kata Vina menerangkan.
Aku
hanya mengangguk dan menggandeng dia keluar dari kantor menuju lift. Kami
menyusuri pertokoan di TP yang terlihat tidak terlalu ramai, mungkin karena di luar sedang
hujan jadi orang malas keluar. Aku sudah berdebar-debar ketika jalan menuju apartemen. Aku pengen
memberi surprise buat Vina.
Ketika
membuka pintu apartemen dan menyilahkan Vina masuk. Dia kaget sekali ketika di
meja sudah tersedia makan malam, wine, lilin dan bunga diatas meja. Aku akui
linda memang bisa diandalkan untuk mengatur semuanya.
“Wah.. ada acara apa
ini?” tanya Vina
berbinar-binar.
Aku
segera menarik kursi dan menyuruh Vina duduk, aku menyalakan musik yang romantis. Aku membuka botol
wine dan menuangkannya di dalam gelas.
“Cheers... for our love” kataku
sambil mengangkat gelas.
“For our love and our future” jawabnya.
Aku
segera mengajaknya makan sebelum memberikan cincinnya. Ketika hampir selesai
aku ke kamar mengmabil cincin di dalam lemari pakaian. Vina belum sempat
bertanya, aku mengambil kursi dan duduk disampingnya, mengeluarkan cincin
bermata berlian.
“Vina Atmaja, maukah
kamu jadi kekasihku selamanya sampai maut memisahkan kita berdua?” tanyaku dan menatapnya menunggu jawabannya.
“Oh,
Jean.. Yes, I do” katanya
dan langsung memeluk diriku.
“Makasih sayang, kamu sungguh membuat diriku bahagia”
lanjutnya.
Aku
memasukan cincin ketangan Vina, dan Vina memasukkan cincin ke jariku.
“Jean Kusuma, maukah
kamu selalu mendampingiku dalam keadaan sehat, sakit, sedih, bahagia, miskin
dan kaya sampai mau memisahkan kita, sampai kita menua bersama?” tanya Vina.
“Yes, I do my love.
Kita memang tidak bisa menikah secara resmi tetapi aku berjanji setia hanya
kepadamu dan akan selalu mencintaimu, menjagamu dan membahagiakan lebih dari
ikatan resmi apapun” jawabku.
Kami
berdua berpelukkan dengan perasaan bahagia yang tak terkira, diam diam dalam
hati aku berdoa.
“Tuhan terima kasih untuk semua yang telah kau berikan kepadu, jagalah cinta
kami berdua dan jauhkan kami berdua dari segala macam cobaan. Ijinkanlah kami
selalu memelihara cinta yang telah Kau berikan kepada kami. Amin”
©©©©©
akhirnya aku selesai jg bacanya kak....weleh²...bagus bgt....seneng akhirnya happy ending....hehehe....
ReplyDeletedi tunggu karya² berikutnya ya kak...GBU...^__^
'Susan Adeline'
Makasih ya Susan yang selalu membaca...
Deletewow,,, kisah nyata ato fiksi ni?
ReplyDeletefiksi hehehehe
DeleteWaah, agak kaku ya, terutama yang pas one night stand sama bule. Have you been with one, dear? Nyaris semua yang ditulis rada ga match, ya? Mulai dari deskripsi kultur, bahasa percakapan, gaya hidup/kebiasaan. Mungkin ada baiknya riser dulu sebelum menulis fiksi? But keep on writing. Aku baca terus lho. Salam kenal,
ReplyDeleteCarmen
Makasih masukan dan feedbacknya dan sudah menyempatkan diri membaca....
Deletehehe sama-sama yaa
Deleteide cerita yg bagus...,hampir mirip novel alurx, wlpn q gk tllu paham ma dunia tulis-mnulis
ReplyDeletesmangat y kk
salam kenal,
thesia
Nice story👍
ReplyDelete